Orangutan sumatra (Pongo abelii) yang sempat dievakuasi dari kebun warga di Desa Kuta Pengkih, Kecamatan Mardinding, Kabupaten Karo, Sumatra Utara, akhirnya mati pada Minggu (22/1). Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, Rudianto Saragih Napitu, mengatakan orangutan itu mengalami kesulitan bernapas dan pada tubuhnya ditemukan sejumlah luka akibat kekerasan fisik dan retak tulang punggung.
“Karena ada bagian patah tulang dan itu mungkin menyebabkan kesulitan bernapas,” kata Rudianto, Selasa (24/1) malam.
Namun, BBKSDA Sumut belum bisa memastikan apakah luka yang ditemukan di tubuh orangutan tersebut akibat bekas kekerasan fisik dari masyarakat atau tidak. Pasalnya, orangutan itu sempat masuk ke dalam kebun warga. Lalu, warga pun mengevakuasinya secara mandiri.
“Ada juga bagian yang memar diduga terkena benturan atau benda keras. Kami belum tahu penyebabnya, apakah jatuh dari pohon karena dikejar atau memang ada kekerasan dari masyarakat saat ditangkap,” ucap Rudianto.
BBKSDA Sumut telah menerbitkan surat perintah untuk melakukan investigasi guna mengetahui penyebab kematian itu.
“Kami akan menginvestigasi ke lapangan mencari tahu bagaimana kondisi orangutan itu terakhir sebelum sampai ditangani oleh tim medis kami,” ungkap Rudianto.
Orangutan yang masuk ke kebun warga itu sempat viral di media sosial. Dalam video yang beredar terlihat individeu itu tampak diusir dari kebun warga. Kemudian, warga mengejarnya dan membuat orangutan terpojok di pepohonan bambu. Saat itu orangutan sempat menyelamatkan diri dengan memanjat pohon bambu.
Namun, warga malah memotong pohon bambu tersebut dan membuat orangutan terjatuh. Selanjutnya, para warga membawa orangutan tersebut ke gudang di puskesmas pembantu Desa Kuta Pengkih. Sejatinya warga berniat menolong orangutan tersebut. Namun, karena minimnya edukasi terkait penyelamatan orangutan, warga akhirnya melakukan dengan cara yang keliru.
Setelah petugas dari BBKSDA Sumut tiba di lokasi, orangutan itu pun dibawa ke pusat rehabilitasi Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumut, untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Pentingnya Edukasi
Pemerhati satwa dari The Wildlife Whisperer Sumatra, Arisa Mukharliza, mengatakan kematian orangutan tersebut merupakan teguran keras betapa pentingnya memberikan edukasi terkait satwa endemik dilindungi itu kepada masyarakat.
BACA JUGA: Peneliti Serukan Hentikan Pembangunan Proyek di Hutan Batang Toru“Teguran apa? Edukasi terkait orangutan itu satwa endemik dilindungi dan harus dijaga. Itu harus lebih aktif lagi. Setelah peristiwa ini apakah ada tindakan edukasi yang dilakukan kepada warga sekitar dengan segera? Atau hanya fokus pada upaya penyelamatan saja?” katanya kepada VOA.
Selain pihak yang bertugas untuk fokus pada penyelamatan, kata Arisa, juga dibutuhkan adanya tindakan penyuluhan berupa penyadaran melalui edukasi kepada warga.
“Terkait orangutan yang sudah mati ini warga juga perlu tahu. Berikan edukasi pada mereka. Jika peristiwa orangutan masuk kawasan warga, apa yang harus dilakukan. Apa saja yang harus dihindari agar tidak dilakukan. Setop edukasi yang sifatnya musiman, begitu ada kejadian baru melakukan edukasi dan penyadaran,” ucapnya.
Bukan hanya itu, Arisa juga menyayangkan informasi yang didapat oleh BBKSDA Sumut terkait orangutan masuk ke dalam kebun warga malah dari media sosial.
“BBKSDA Sumut lebih aktif lagi mengenai hal ini. Instansi konservasi masa dapat laporan di media sosial sih? Kerja tim lapangannya sedang apa? Proses evakuasi BBKSDA Sumut kok enggak ada,” ujarnya.
Arisa pun menyarankan agar BBKSDA Sumut lebih aktif lagi memberikan penyuluhan terkait langkah preventif dan informasi tentang ke mana warga melapor jika menemukan satwa liar masuk ke permukiman.
“Coba cek media sosial BBKSDA Sumut ada enggak informasi itu? Selain foto update kegiatan kerja? Pemerhati orang utan Sumatra juga perlu mengaktifkan media sosial untuk edukasi. Peka dengan hal-hal yang dibutuhkan di tengah masyarakat,” tandasnya. [aa/ah]