Afrika Selatan, Jumat (29/12), meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk mengeluarkan perintah darurat yang menyatakan bahwa Israel melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida 1948 terkait tindakan kerasnya terhadap kelompok Hamas di Gaza.
ICJ, kadang-kadang dikenal sebagai Mahkamah Internasional, adalah tempat Perserikatan Bangsa-Bangsa merampungkan perselisihan antarnegara. Kementerian Luar Negeri Israel menanggapinya dengan mengatakan bahwa tuntutan itu "tidak berdasar."
Dalam pengajuannya, Afrika Selatan menuduh Israel melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian tersebut, yang disusun sebagai respons terhadap Holocaust. Traktat itu menyebut upaya untuk menghancurkan suatu kelompok manusia secara keseluruhan atau sebagian bisa dianggap sebagai kejahatan.
Afrika Selatan meminta pengadilan untuk mengeluarkan langkah-langkah sementara, atau tindakan singkat, yang memerintahkan Israel untuk menghentikan operasi militer di Gaza. Tindakan itu menurut Afrika Selatan "diperlukan untuk melindungi kerugian yang lebih lanjut, serius, dan tidak dapat diperbaiki terhadap hak-hak rakyat Palestina."
Tanggal sidang belum ditetapkan.
Meskipun ICJ di Den Haag dianggap sebagai pengadilan tertinggi PBB, keputusannya terkadang diabaikan. Pada Maret 2022 pengadilan memerintahkan Rusia untuk segera menghentikan serangan militernya di Ukraina.
Penolakan Israel
Perang antara Israel dan Hamas dimulai pada 7 Oktober ketika Hamas membunuh 1.200 orang dalam serangan lintas batas terhadap Israel. Mereka juga menyandera 240 orang, menurut perhitungan Israel. Israel membalas dengan memborbardir Gaza yang dikuasai Hamas, menewaskan lebih dari 21.000 orang, kata pejabat kesehatan Palestina.
Sebagai tanggapan pertama terhadap tuntutan Afrika Selatan, Kementerian Luar Negeri Israel menyalahkan Hamas atas penderitaan warga Palestina di Jalur Gaza. Mereka dituding menggunakan mereka sebagai perisai manusia dan mencuri bantuan kemanusiaan dari mereka, tuduhan yang dibantah oleh Hamas.
“Israel telah menegaskan bahwa penduduk Jalur Gaza bukanlah musuh, dan melakukan segala upaya untuk membatasi kerugian bagi pihak yang tidak terlibat,” kata pernyataan kementerian tersebut.
BACA JUGA: Jaksa Mahkamah Pidana Internasional Kunjungi IsraelPalestina mengatakan pihaknya menyambut baik tuntutan Afrika Selatan. Meski status kenegaraan Palestina masih diperdebatkan, tetapi ICJ menganggap negara itu berstatus "negara pengamat."
“Mahkamah harus segera mengambil tindakan untuk melindungi rakyat Palestina dan menyerukan Israel, kekuatan pendudukan, untuk menghentikan serangan gencarnya,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan.
Permohonan pengadilan tersebut merupakan langkah terbaru dari Afrika Selatan, yang merupakan kritikus perang Israel, untuk meningkatkan tekanan terhadap para legislatornya. Parlemen Afrika Selatan pada bulan lalu memberikan suara mendukung penutupan kedutaan Israel di Pretoria dan penangguhan hubungan diplomatik.
Dalam pernyataan dari Departemen Hubungan dan Kerja Sama Internasional (DIRCO) Afrika Selatan, pemerintah mengatakan permohonan terhadap Israel diajukan pada Jumat (29/12).
“Israel, khususnya sejak 7 Oktober 2023, telah gagal mencegah genosida dan gagal menuntut hasutan langsung dan publik untuk melakukan genosida,” kata DIRCO dalam sebuah pernyataan.
Afrika Selatan mendukung perjuangan Palestina untuk mendirikan negara di wilayah pendudukan Israel selama beberapa dekade. Mereka menyamakan penderitaan warga Palestina dengan penderitaan mayoritas kulit hitam di Afrika Selatan selama era apartheid yang represif, sebuah perbandingan yang dibantah keras oleh Israel.
Pengadilan lain di Den Haag, Mahkamah Kriminal Internasional (ICC), secara terpisah menyelidiki dugaan kekejaman di Gaza dan Tepi Barat. Namun belum menetapkan satu pun tersangka. Israel bukan anggota ICC dan menolak yurisdiksinya. [ah/ft]