Tidak ada salat tarawih. Tidak ada buka bersama. Tidak ada pesatren kilat. Suasana Ramadan nampak begitu berbeda di masjid Al Hidayah milik jemaah Ahmadiyah ini.
Masjidnya kosong, karpet sajadah tergulung rapi. Rongga-rongga ventilasi diselimuti debu. Kalender tahun 2017 masih terpasang, menandakan masjid sudah lama tidak digunakan.
Mubaligh Ahmadiyah Depok, Abdul Hafidz, menceritakan masjid biasanya ramai saat Ramadan, seperti masjid-masjid lainnya.
"Biasanya kan ada tadarus Quran, anak-anak bisa belajar al-Quran, belajar salat, biasanya ada pra-madrasah, ada madrasah. Jadi kita masih menggunakan ruang-ruang yang di luar masjid,” terangnya ketika ditemui di lokasi.
Pemkot Depok Segel Ulang Masjid Ahmadiyah
Masjid Al Hidayah di Sawangan, Depok, disegel ulang oleh pemerintah kota pada Oktober 2021. Pemkot berdalih plang segel sudah pudar dan harus diganti yang baru. Penyegelan ulang itu dilakukan satpol PP, yang datang bersama kelompok intoleran.
Masjid Al Hidayah berdiri sejak 1999 dan telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada 2007. Namun pemerintah Depok menyegel masjid pada 2011 setelah kelompok tertentu menolak keberadaan masjid.
Abdul mengatakan, masjid ini adalah satu-satunya masjid Jamaah Ahmadiyah Indonesia yang melayani sekitar 400 anggota se-Depok. Ditambahkannya, seluruh jemaah merasa kecewa karena tidak bisa menjalani Ramadan dengan berkegiatan di masjid.
"Memang di situasi seperti ini mau nggak mau harus banyak bersabar karena kondisi masjid Ahmadiyah Depok masih ada plang segelnya. Seperti itu keterbatasan-keterbatasannya,” ujarnya.
Pengurus masjid, kata Abdul, memfasilitasi kegiatan anak-anak di bangunan di belakang masjid. Ada pun pesantren kilat dilaksanakan secara online.
BACA JUGA: Organisasi Sipil Tolak Rencana Pembongkaran Masjid Ahmadiyah di SintangDia menekankan, seluruh kegiatan yang digelar oleh pengurus hanya untuk kalangan internal.
"Jadi hanya internal saja, tidak kemudian dengan syiar keluar, kemudian memaksakan (keyakinan), tidak ada,” pungkasnya.
Salah seorang jemaah, Mutia Siddiqa Mukhsin, mengaku rindu berkegiatan di masjid. Dia biasa mengikuti pengajian seminggu sekali bersama kelompok ibu-ibu.
Namun penyegelan masjid membuatnya tidak tenang dalam menjalani Ramadan tahun ini.
“Harusnya kita mempergunakan masjid secara utuh, tapi ya kayak gini, jadi rasanya sedih,” kisahnya kepada VOA.
Dia mengatakan, meski berusaha khusyuk beribadah, dia selalu dihantui perasaan tidak tenang.
"Kita tuh ingin seperti masjid-masjid yang lain. Mau salat mau tadarus, mau salat berjamaah tuh normal gitu. Nggak ada kan masjid ada tulisan 'kegiatan disegel’? Jadi kami ingin normal sama seperti yang lain,” harapnya.
BACA JUGA: SETARA Institute Kecam Perusakan Masjid Ahmadiyah di SintangBagaimanapun, bulan Ramadan menjadi sarana meningkatkan ibadah, ujar Mutia. "Kita jadikan momen untuk sama-sama berdoa. Sama-sama makin kompak, makin kuat, dan mudah-mudahan dari doa kita semua Allah SWT memberikan karunia kita bisa menggunakan masjid lagi,” doanya.
Di sela-sela ibadah Ramadan, Mutia tak lupa menyematkan doa.
“Kami hanya ingin beribadah dengan tenang di masjid kami, tanpa ada segel, tanpa ada persekusi, jadi biarkan kami menghadap Allah SWT dengan ketenangan,” harapnya.
Senada, Abdul juga memiliki harapan yang sama.
“Kita ibadah itu ingin tenang, tidak ada persekusi, intimidasi, atau apapun dari pihak mana pun. Itu sih yang kasih kami rasakan." [rt/em]