Presiden Perancis Emmanuel Macron hari Rabu (25/4) mengakhiri kunjungan resmi pertamanya ke Washington dengan pidato di depan sidang paripurna Kongres dan pertemuan dengan para mahasiswa Universitas George Washington.
Dalam kunjungan tiga harinya Macron dan Presiden Donald Trump membahas perdagangan bilateral, iklim, Iran, dan Suriah. Reporter VOA Zlatica Hoke melaporkan kedua pemimpin mengesampingkan perbedaan dan menekankan hubungan erat kedua negara sejak lama dan persahabatan pribadi mereka.
Sementara menunjukkan kehangatan dengan kata-kata dan isyarat, Trump dan Macron mengaku mereka berusaha menyelesaikan perbedaan antara keduanya dalam isu seperti perubahan iklim dan perjanjian nuklir dengan Iran.
"Landasan perjanjian ini sudah usang. Ini adalah perjanjian buruk, struktur yang buruk, yang akan runtuh dan seharusnya tidak pernah ditandatangani. Saya salahkan Kongres. Saya salahkan banyak orang untuk ini. Ini seharusnya tidak pernah ditandatangani, dan kita lihat saja apa yang akan terjadi tanggal 12,” kata Trump.
Trump pernah mengatakan tidak akan memperpanjang perjanjian itu setelah masa berlakunya habis tanggal 12 Mei kecuali jika perjanjian diperbaiki dengan menambahkan komitmen Iran untuk menghentikan program misil balistik dan campur tangan dalam urusan regional. Macron sepakat bahwa isu-isu tersebut harus ditangani dalam jangka panjang.
"Tepat seperti yang dikatakan Presiden Trump. Ada nuklir jangka pendek. Ada nuklir jangka panjang. Ada kegiatan misil balistik. Ada kehadiran regional Iran. Kita harus membenahi situasi itu,” tukas Macron.
Tetapi Perancis, Jerman, dan Inggris mengatakan, Iran telah mematuhi perjanjian yang ada dan pihak-pihak lain harus memenuhi kewajiban mereka. Macron mungkin telah memperingatkan Trump bahwa penarikan diri Amerika dari perjanjian itu akan mengurangi kredibilitas Amerika, menurut analis John Glasser.
“Trump dapat menekan Eropa untuk membuat kesepakatan sampingan, yaitu kesepakatan selain perjanjian nuklir tersebut, yang menyangkut isu non-nuklir seperti misil balistik atau perilaku regional Iran dan dukungannya untuk kelompok-kelompok perantara. Negara-negara Eropa telah mengupayakan itu dalam upaya meredakan keprihatinan Trump, tetapi mereka hanya bersedia melakukannya jika Trump tidak menarik diri dari perjanjian nuklir,” ulas Glasser.
Kalau Trump dapat mencapai saling pengertian dengan negara-negara Eropa sekutunya, kemungkinan mereka akan berusaha mengupayakan partisipasi Rusia dan Tiongkok sebelum mendekati Iran, kata analis Matthew Kroenig.
"Rusia mungkin memiliki kepentingan ekonomi untuk merevisi perjanjian itu karena Rusia memasok teknologi nuklir damai kepada Iran,” ujar Kroenig.
Iran telah mengesampingkan kemungkinan merundingkan kembali perjanjian itu dan mengancam akan membalas jika Washington menarik diri. [ds]