Aktivis dan Legislator Berang atas Larangan Trump soal Transgender di Militer AS

  • Cindy Saine

Sersan Sam Hunt, ahli listrik pada unit militer AS di Nevada adalah anggota militer AS yang terbuka mengaku sebagai transgender (foto: ilustrasi).

Presiden Donald Trump telah mengumumkan bahwa kaum transgender tidak akan lagi diperbolehkan bertugas di militer Amerika. Hal ini tampaknya menimbulkan kejutan di Pentagon dan menimbulkan kemarahan di kalangan aktivis maupun sejumlah legislator dari partai Republik dan Demokrat.

Pengubahan atas kebijakan pemerintahan mantan presiden Barack Obama itu diperkirakan dapat berdampak bagi sekitar 2.500 transgender yang berdinas militer aktif maupun transgender lainnya yang ingin masuk militer pada masa mendatang.

Presiden Trump mengejutkan banyak kalangan dengan mengeluarkan pengumuman kebijakan militer penting pada Rabu pagi melalui Twitter. Ia mengatakan kaum transgender tidak akan lagi diizinkan bertugas dalam kapasitas apapun di militer Amerika.

Juru bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders, ketika ditanya mengapa presiden mengubah kebijakan sebelumnya, menjawab, "Presiden telah menyatakan keprihatinannya sejak kebijakan Obama ini mulai berlaku, tetapi presiden juga menyatakan bahwa ini adalah kebijakan yang sangat mahal dan mengganggu. Berdasarkan konsultasi dengan tim keamanan nasionalnya, presiden menyimpulkan bahwa ini mengganggu kesiagaan dan kekompakan militer.”

Keputusan ini diambil sehari menjelang tenggat bagi militer untuk memperbarui regulasi medisnya guna mengakomodasi anggota militer yang transgender. Beberapa legislator dari kedua partai menyatakan keterkejutan mereka.

Senator Republik Orrin Hatch mengatakan, "Menurut saya mereka adalah sesama manusia, mereka punya hak dan saya melihat tidak ada yang salah dengan hal itu.”

Sedangkan Senator Demokrat Dick Durbin mengatakan, "Putusan pengadilan sangat jelas mengenai hak-hak warga transgender Amerika. Saya meyakini adalah penting agar kita menerima mereka di kemiliteran, karena mereka ingin mengabdi pada negara ini, dan melakukannya sesuai dengan keamanan nasional.”

Para aktivis hak-hak transgender menyatakan pengumuman itu merupakan suatu kemunduran besar.

David Kilmnick dari LGBT Network mengatakan, "Sewaktu larangan terhadap gay dan lesbian menjadi anggota militer dicabut pada tahun 2016, baru tahun lalu, Amerika Serikat bergabung bersama 18 negara lainnya, termasuk sekutu-sekutu dekat kita, Australia, Kanada, Inggris dan Israel, mengizinkan kaum transgender secara terbuka berdinas militer. Ini merupakan momen luar biasa bagi kesetaraan dalam sejarah nasional kita.”

Joanne Horton, seorang veteran Perang Dunia II yang tidak menyembukan bahwa ia transgender, mengatakan, "Saya tidak pernah tahu ada perempuan transgender lainnya sewaktu saya bertugas karena seperti halnya saya, mereka mungkin mengira hanya mereka sendirilah yang seperti itu. Sekarang sedikit berbeda. Saya tahu banyak perempuan transgender hebat yang bertugas di Korea dan di rawa-rawa Vietnam. Sekarang banyak transgender yang cukup berani menghadapi kematian dan kemungkinan meninggal demi negara mereka, tetapi tidak cukup baik untuk menjadi diri mereka apa adanya.”

Gedung Putih tidak bisa menyatakan bagaimana larangan itu akan berdampak bagi transgender yang menjadi anggota militer aktif, tetapi menyatakan akan bekerjasama dengan Departemen Pertahanan untuk menerapkan larangan itu secara sah. [uh/is]