Aktivis Kritik Pengaturan Perlindungan Pajak Inggris

National flags flutter near the The Elizabeth Tower, commonly referred to as Big Ben, in central London, June 9, 2017.

Bocoran lebih dari 14 juta dokumen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam layanan perbankan dan investasi di luar negeri (offshore finance) yang dikenal sebagai “Paradise Papers”, mengungkapkan beberapa tokoh paling terkenal di dunia, mulai dari Ratu Elizabeth hingga vokalis U2 Bono. Satu negara yang paling banyak disebut dalam dokumen itu adalah Inggris. Para aktivis mengatakan lemahnya peraturan di Inggris menjadikan negara itu sebagai sarang bisnis rahasia dan hal ini diperburuk dengan keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa.

Penyanyi utama U2 Bono menggunakan perusahaan yang berkantor di Malta dengan pajak rendah untuk berinvestasi di sebuah pusat perbelanjaan di Lithuania.

Band asal Irlandia yang dikenal kerap berkampanye untuk memberantas kemiskinan, telah dikecam karena pengaturan pajaknya. Tidak ada yang menilai Bono bertindak melawan hukum.

Vokalis U2 Bono

Namun para penggiat mengatakan melindungi keuntungan di tempat-tempat bebas pajak yang bersifat rahasia itu merugikan publik.

Murray Worthy dari Global Witness mengatakan, "Ini uang yang bisa digunakan untuk layanan kesehatan, pendidikan dan layanan publik yang penting."

Eropa ingin membuat daftar hitam negara-negara yang menolak bekerjasama dalam hal transparansi pajak. Menteri Keuangan Perancis Bruno Le Maire mengatakan, "Jika negara-negara tidak memenuhi komitmen mereka, kami terpaksa menerapkan sanksi terhadap mereka."

Banyak orang kaya dunia menyembunyikan uang mereka di British Overseas Territories (Wilayah Seberang Lautan Inggris). Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan, "Kami ingin orang membayar pajak mereka yang sudah jatuh tenggat."

Para aktivis mempertanyakan komitmen tersebut, terutama ketika pertumbuhan ekonomi tidak menentu.

Duncan Hames dari Transparency International mengatakan, "Sejak referendum Brexit di Inggris, pemerintah menjadi jauh kurang perhatian terhadap British Overseas Territories dan Crown Dependencies."

Bukan hanya pengelakan pajak yang menjadi sorotan. Transparency International mengatakan lemahnya peraturan dan penegakannya di Inggris, dimanfaatkan untuk mencuci kekayaan terlarang. Sebuah laporan baru mengklaim hanya enam orang yang dipekerjakan untuk mengawasi kepemilikan empat juta perusahaan.

"Kami baru mengkaji 50 skema pencucian uang dan korupsi. Dan kami mendapati lebih dari 750 perusahaan di Inggris dengan nilai sekitar 80 miliar dolar," jelas Hames.

Empat puluh empat perusahaan yang diidentifikasi dalam penyelidikan ini terdaftar secara resmi pada satu kotak surat, nomor 11, di perusahaan penerus surat di pusat kota London. Layanan kotak surat itu merupakan kelemahan utama, ujar Hames.

"Pabrik perusahaan, dengan satu lokasi alamat di mana terdaftar ribuan perusahaan," tambahnya.

Tidak ada dugaan korupsi atau pencucian uang yang dilakuan terhadap perusahaan penerus surat itu. Pemilik perusahaan itu mengatakan kepada VOA, mereka melakukan uji kelayakan dan mengikuti seluruh aturan di Inggris.

Namun dengan sekitar 100 miliar dolar kekayaan illegal yang lewat melalui London setiap tahun, para aktivis mengatakan peraturan yang ada sangat perlu diperkuat. [em/al]