Aktivis Lingkungan Apresiasi Langkah Pemerintah Atasi Kebakaran Hutan

Pemerhati lingkungan hidup Wimar Witoelar (tengah) dalam forum diskusi mengenai "Kebakaran hutan di Indonesia" di Washington DC, hari Jumat 23/10 (foto: VOA).

Inisiatif baru pemerintah Indonesia, antara lain dihentikannya pemberian izin pengelolaan lahan gambut baru, peninjauan izin-izin lama, serta penyeragaman peta hutan Indonesia.

Aktivis lingkungan hidup menyambut baik beberapa inisiatif baru pemerintah Indonesia untuk melawan kebakaran hutan, termasuk penghentian pemberian izin pengelolaan lahan gambut baru. Dikatakan, upaya yang diambil pemerintahan Presiden Joko Widodo paling kongkrit dibandingkan pemerintahan sebelumnya.

Pemerhati lingkungan hidup Wimar Witoelar mengatakan kepada VOA hari Jumat di Washington DC bahwa langkah baru pemerintahan Jokowi patut diapresiasi.

“Bagi saya itu sangat menyenangkan. Kita tahu bahwa hatinya sudah lama ada disitu. Tapi kita tidak tahu kapan dia menemukan saat dimana itu secara politis aman bisa dilakukan. Maksudnya aman, percuma juga kalo dia membuat inisiatif baru kemudian langsung dihalangi orang. Jadi itu menunjukkan bahwa harapan untuk kemajuan dalam bidang perubahan iklim merupakan sesuatu yang nyata,” papar Wimar.

Kebakaran hutan yang melanda Indonesia tahun ini merupakan yang terburuk sejak tahun 1997. Kondisi diperparah dengan fenomena cuaca El Nino, yang memicu kekeringan.

Namun Wimar Witoelar, yang merupakan mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid, menambahkan pemerintahan sekarang ini justru lebih banyak mengambil langkah kongkrit dibandingkan pemerintahan sebelumnya.

“Pemerintahan Jokowi berbuat positif untuk melawan kebakaran lebih banyak daripada lima pemerintahan sebelumnya. (Kebakaran hutan) yang terbesar jaman Suharto. Jaman Habibie dia tidak sempat, jaman Gus Dur saya tahu itu tidak bisa dihadapi, jaman Megawati tidak ada (upaya), jaman SBY dia malah baik sama perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit. Jokowi belum terbukti jahat, malah terbukti mengambil langkah. Salahnya adalah pada pejabat pemerintah yang memberi jalan pada perusahaan-perusahaan kelapa sawit. (Salahnya) bukan pada pemerintah pusat, tapi pada pemerintah daerah atau kabupaten yang tidak ditindak oleh atasan. Lama-lama tanggung jawab terakhir ada di pemerintah pusat,” katanya.

Sebelumnya, dalam rapat terbatas soal kebakaran hutan dan lahan di Jakarta hari Jumat (23/10), Presiden Jokowi mengumumkan tiga upaya baru untuk melawan kebakaran hutan.

"Yang pertama one map policy harus jalan. Kemudian yang kedua, untuk yang di lahan gambut, ini saya perlu sampaikan ke menteri Lingkungan Hidup, tidak ada izin baru gambut. Kemudian segera lakukan restorasi gambut. Yang ketiga peninjauan izin-izin lama. Kita harus keras. Yang belum dibuka, tidak boleh dibuka.”

Pengumuman itu disampaikan hanya beberapa hari sebelum Jokowi dijadwalkan bertemu dengan Presiden AS Barack Obama di Gedung Putih hari Senin untuk membahas perubahan iklim dan sejumlah isu lainnya.

Menurut Wimar, ini merupakan kesempatan bagi Jokowi untuk menyatakan keseriusannya dalam menghadapi perubahan iklim, kepada masyarakat internasional.

“Saya kira suatu statement dia yang umum saja yang menyatakan komitmennya pada perubahan iklim, harus kita sambut gembira. Tapi kita tidak bisa berharap terlalu banyak,” tambah Wimar.

Jokowi melakukan kunjungan pertamanya ke AS hari Minggu (25/10) di tengah kebakaran hutan besar-besaran yang melanda Sumatera, Kalimantan dan Papua. Dampak asap pekat yang ditimbulkannya terasa sampai negara-negara tetangga. [vm/isa]