Aktivis Lingkungan Jawa Timur Tolak Rencana Tambang Pasir Laut Banyuwangi

  • Petrus Riski

Aksi aktivis lingkungan Jawa Timur Tolak Rencana Penambangan Pasir Laut di Banyuwangi, di depan gedung negara Grahadi, Surabaya, Rabu, 8 April 2015 (Foto: VOA/Petrus)

Aktivis lingkungan di Jawa Timur menggelar aksi penolakan terhadap rencana penambangan pasir laut di Banyuwangi, di depan gedung negara Grahadi, Surabaya, Rabu (8/4).

Rencana penambangan pasir laut oleh PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) di Banyuwangi untuk mereklamasi Teluk Benoa di Bali, mendapat tentangan dari aktivis lingkungan di Jawa Timur. Penolakan itu diwujudkan dalam bentuk aksi unjukrasa, yang meminta Gubernur Jawa Timur menolak pengajuan ijin usaha penambangan pasir.

Rere Christanto dari Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mengatakan, penambangan pasir di wilayah tiga Kecamatan di Banyuwangi yakni Srono, Rogojampi dan Kabat, dipastikan akan berdampak serius bagi kerusakan lingkungan di Banyuwangi maupun di Bali.

“Penambangan pasir ini berkaitan juga dengan Teluk Benoa, maka kita punya dua hal yang harus menjadi concern. Satu, bagi Banyuwangi sendiri penambangan pasir itu dia pasti akan merusak seluruh ekosistem pantai dan lautan yang ada di sana, padahal kita tahu bahwa wilayah yang akan ditambang ini pasirnya ada di dekat Muncar, yang selama ini dikenal sebagai penghasil ikan terbesar di Indonesia," kata Rere Christanto.

"Concern kedua jelas yang tadi sudah dibilang bahwa kalau kemudian pasir ini dibawa ke Benoa dan dipakai untuk menguruk Teluk Benoa, maka itu juga akan menghancurkan struktur ekologi yang ada disana,” lanjutnya.

Rencana penambangan pasir laut di Banyuwangi juga diresahkan oleh masyarakat nelayan di Banyuwangi, yang kehidupannya bersandar dari menangkap ikan serta aktivitas lainnya di pantai.

Misbahul Munir dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jawa Timur mengungkapkan, bila penambangan pasir laut mendapat ijin dari pemerintah, maka selain kerusakan lingkungan yang akan terjadi, ribuan nelayan akan kehilangan mata pencaharian dari menangkap ikan. Selama ini wilayah pesisir Banyuwangi khususnya Muncar merupakan daerah penghasil tangkapan ikan terbesar di Indonesia.

“Sudah jelas pengurukan pasur di laut tentunya akan merusak lingkungan hidup atau merusak biota laut, dan menghacurkan ekosistem di daerah area tangkapan ikan. Nah ini otomatis selain terjadi abrasi maka yang sangat dirugikan adalah masyarakat pesisir tiga Kecamatan tersebut dan sekitarnya, karena potensi di Banyuwangi itu di tingkat perikanan itu cukup tinggi, kalau untuk di Jawa Timur, kata Misbahul Munir.

"Disana ada Muncar yang masih mengandalkan nelayan-nelayan disana sebagai aktivitas atau kegiatan perikanan yang setiap harinya melebihi 100 ton setiap hari,” imbuhnya.

Warga Banyuwangi yang ada di Surabaya, Fitra Jaya Purnama menegaskan, pemerintah harus menolak atau meniadakan ijin usaha penambangan pasir laut di Banyuwangi, karena bila ijin dikeluarkan maka akan mengancam kawasan pesisir lainnya di Jawa Timur untuk dijadikan sasaran penambangan pasir selanjutnya.

“Rencana ini harus ditiadakan, jadi tidak boleh terlaksana. Jadi batalkan rencana ini, pengurukan itu batalkan. Jadi jangan ada pengurukan pasir pantai di sepanjang pesisir Banyuwangi. Bahkan secara umum di Jawa Timur juga jangan gampang-gampang melepas pasirnya untuk nguruk di Bali. Proyek ini secara lingkungan tidak baik, proyek di Benoa ini,” kata Fitra Jaya Purnama.

Desakan penolakan penambangan pasir laut di Banyuwangi juga dibujudkan dalam bentuk Petisi yang dibuat Walhi Jawa Timur melalui situs media sosial Change, yang sudah ditandatangai lebih dari 3.000 pendukung petisi dalam waktu lima hari.

Petisi ini juga dikirimkan kepada Gubernur Jawa Timur Soekarwo, serta Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Rere Christanto menambahkan, pihaknya akan mengajukan gugatan bila Petisi dan tuntutan mengenai penolakan penambangan pasir laut di Banyuwangi tidak dipedulikan oleh pemerintah.

“Kalau kemudian petisi ini ditolak oleh Gubernur, dan Gubernur tetap ngotot mengeluarkan ijin, maka kami akan melakukan gugatan terkait pengeluaran ijin ini, karena kami memandang bahwa wilayah yang sedang diincar untuk dilakukan penambangan itu menjadi wilayah penting untuk keselamatan ruang hidup nelayang yang ada di sana,” lanjut Rere Christanto.