Jalil Rahimi Jahan-Abadi, seorang anggota parlemen Iran, mengecam kembalinya polisi moral ke jalan-jalan Iran untuk menegakkan aturan hukum soal wajib jilbab. Ia menyebut hal itu sebagai kebijakan yang salah arah.
Sebagaimana dilaporkan kantor berita Jamaran pada hari Minggu (23/7), Jahan-Abadi, yang menrupakamn anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri parlemen itu, menyerukan kepada para pejabat untuk mencegah “perilaku mengganggu, irasional dan menghina yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap hubungan pemerintah dan rakyat.”
Ia mengatakan, “Tidak seorang pun mau bertanggungjawab atas apa yang dilakukan polisi moral,” yang menurutnya “mengindikasikan kebijakan yang cacat.”
Kepala Kepolisian Iran pekan lalu mengataka polisi moral memiliki misi “niat baik” dan “tidak dapat diubah.” Polisi moral ini kembali beroperasi minggu lalu.
BACA JUGA: Polisi Moral Iran Kembali Turun ke JalanPolisi moral Iran ini berhenti menerapkan aturan wajib jilbab setelah meluasnya demonstrasi anti-pemerintah yang dipicu kematian Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi-Iran berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi pada 16 September 2022, tiga hari setelah ditangkap polisi moral karena tidak mengenakan jilbab secara benar sesuai hukum Islam.
Meskipun demonstrasi di jalan sudah mereda, setelah kematian Mahsa Amini itu banyak perempuan Iran yang berani secara terbuka menentang kebijakan wajib jilbab itu.
Deplu AS dan Dewan HAM PBB Prihatin
Menjawab pertanyaan VOA dalam konperensi pers minggu lalu, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Matthew Miller menyampaikan keprihatinannya atas situasi di Iran. Ia mengatakan kebijakan “wajib jilbab” yang diperbarui itu menunjukkan “Republik Islam Iran belum mengindahkan demonstrasi baru-baru ini.”
Komisaris Tinggi PBB Untuk Hak Asasi Manusia Volker Türk pada bulan Mei lalu telah meminta Iran untuk mendekriminalisasi undang-undang wajib jilbab, dan memperingatkan bahwa pelecehan terhadap perempuan – termasuk soal apa yang mereka kenakan atau tidak, telah kembali meningkat setelah demonstrasi jalanan mereda.
BACA JUGA: Kepala Polisi Iran: Misi untuk Tegakkan Aturan Berjilbab 'Tak Bisa Diubah'Berbicara di Jenewa, Türk mengatakan, “Perempuan dan anak perempuan menghadapi langkah-langkah hukum, sosial dan ekonomi yang semakin ketat ketika pemerintah menegakkan kembali undang-undang wajib jilbab yang diskriminatif.” Ia menegaskan agar “pemerintah Iran memperhatikan seruan warga yang melakukan reformasi, dengan mencabut peraturan yang mengkriminalisasi ketidakpatuhan terhadap aturan berpakaian wajib.”
Iran pada April lalu meluncurkan program pengawasan domestik yang baru untuk menegakkan hukum wajib jilbab itu. [em/jm]