AS: Masa Jabatan ke-3 Presiden Burundi Tak Konstitusional

Kedubes AS mendesak Presiden Pierre Nkurunziza untuk tidak mencalonkan diri dalam pilpres Burundi mendatang (foto: dok).

Kedubes AS di Burundi terus mendesak Presiden Pierre Nkurunziza agar membatalkan usahanya mencalonkan diri untuk ketiga kalinya.

Kedubes AS di Burundi mengatakan, terus mendesak Presiden Pierre Nkurunziza membatalkan usahanya untuk mencalonkan diri sebagai presiden untuk ketiga kalinya, sebuah keputusan yang memicu protes kekerasan sejak diumumkan presiden April lalu.

Kedubes AS di Bujumbura mengatakan, rencana Nkurunziza itu melanggar kesepakatan yang mengakhiri kekerasan di Burundi, dan dapat membahayakan stabilitas yang dicapai dengan susah payah oleh negara itu setelah perang saudara tragis.

Pernyataan kedubes itu mengatakan, kondisi-kondisi bagi terselenggaranya pemilu yang bebas, adil, transparan dan kredibel tidak ada di Burundi pada saat ini karena penutupan ruang politik, pembreidelan media independen, respon pemerintah yang keras terhadap protes politik dan terus-menerus munculnya laporan mengenai kekerasan dan intimidasi yang dilakukan milisi pemuda bersenjata.

Para pemimpin Afrika Timur, yang bertemu Minggu untuk membahas krisis itu, telah menyerukan agar Presiden Nkurunziza menunda pemilu presiden 26 Juni selama sedikitnya enam pekan. Presiden mengatakan melalui juru bicaranya, Senin, ia akan mempertimbangkan permohonan itu. Namun, wakil juru bicara kepresidenan Gervais Abayeho mengatakan kepada VOA, penundaan itu seharusnya tidak terlalu lama.

Presiden mengatakan, ia memiliki hak untuk mencalonkan diri bagai masa jabatan ketiga karena pada masa jabatan pertama ia ditunjuk dan bukan dipilih. Namun, para pengritik membatakan, masa jabatan ketiga tidak konstitusional.

Sementara itu, PBB mengatakan telah menyalurkan bantuan sebesar 15 juta dolar bagi Rwanda dan Tanzania untuk membantu mereka mengatasi arus pengungsi dari Burundi. PBB mengatakan, lebih dari 70 ribu pengungsi – diperkirkan 60 persen di anatar mereka anak-anak -- melarikan diri dari ibukota Burundi, Bujumbura, sejak protes kekerasan mulai terjadi April lalu.