Amerika Serikat mendukung Indonesia mengatasi peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu, karena selain membahayakan untuk kesehatan masyarakat juga merugikan perusahaan obat.
JAKARTA —
Saat hadir dalam diskusi mengenai bahaya obat-obatan dan kosmetik palsu di Pusat Kebudayaan @america di Jakarta, Rabu (26/2), Duta Besar Robert Blake mengatakan tema diksusi tersebut penting dibicarakan karena peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu harus dicegah.
Duta Besar Robert Blake mengatakan pembahasan yang akan dilakukan terkait masalah peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu, sangat penting karena merupakan hal serius yang harus diatasi. Duta Besar Blake juga menegaskan sangat mendukung adanya kemitraan antara Kedubes Amerika Serikat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) untuk menjawab persoalan-persoalan mengenai peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu.
Amerika Serikat, menurut Dubes Blake, sangat memperhatikan maraknya peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu karena mencemaskan kesehatan masyarakat dan merugikan perusahaaan obat yang produksinya dipalsukan dan dipasarkan.
Pada kesempatan sama, Kepala BPOM, Roy Sparringa mengakui sulit menghentikan peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu. Namun ditegaskannya BPOM akan terus meningkatkan upaya pencegahan dan bekerjasama dengan berbagai pihak.
“Fenomena gunung es yang di permukaan, bagaimana yang di bawah, masih ada itu kecil-kecil, kami ingin otaknya di belakang ini, yang intelektual, tugas kami juga punya kerja sama dengan Polri, kerja sama dengan Kejaksaan, Kominfo,” kata Kepala BPOM, Roy Sparringa.
Kepala BPOM, Roy Sparringa mengatakan, obat-obatan dan kosmetik palsu tidak hanya diproduksi di dalam negeri, namun juga masuk dari berbagai negara. Menurutnya ada empat celah yang memungkinkan obat-obatan dan kosmetik palsu masuk ke Indonesia.
“Satu, tentengan-tentengan. Makanya kita cukup ketat untuk tentengan-tentengan. Kedua, free trade zone. Itu katanya bebas, tidak bebas. Fiskalnya yang ada kebijakan khusus tetapi harus ada izin. Kalau free trade zone ya Batam," jelas Roy Sparingga. "Ketiga, melalui jalur resmi tetapi dokumen dipalsukan. Berikutnya di daerah perbatasan. Pelintas batas katanya sekian-sekian keluar masuk, kita tidak tahu,” lanjutnya.
Kepala BPOM, Roy Sparringa mengingatkan, selama masih dicari masyarakat, obat-obatan dan kosmetik palsu akan terus diproduksi oleh orang-orang tidak bertanggungjawab.
“Karena diminati, ada pasar, maka itu ada celah, maka ada kemungkinan-kemungkinan mereka memproduksi palsu. Tahun lalu, kami temui di Medan, Aceh, Jambi, Bandung, Jakarta. Masyarakat perlu disadarkan, karena obatnya murah, jelas mereka mau yang murah. Tapi hati-hati, obat palsu itu bisa macam-macam isinya sampai yang tidak ada isinya, aslinya tepung, ini bahaya sekali,” jelas Roy Sparringga.
Selain diskusi tentang bahaya obat-obatan dan kosmetik palsu, Kedubes Amerika Serikat, BPOM dan MIAP melakukan kompetisi pembuatan iklan layanan masyarakat. Target kompetisi adalah peserta muda berusia antara 18 hingga 25 tahun dan pemenangnya akan diumumkan Mei mendatang.
Kepala MIAP, Widya Buenastuti menegaskan, partisipasi masyarakat usia muda sangat dibutuhkan untuk mensosialisasikan bahaya obat-obatan dan kosmetik palsu. “Ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah sendiri, maka kita sebagai bagian dan elemen dari masyarakat Indonesia menghadirkan kompetisi iklan layanan untuk kita semua, bisa mengajar masyarakat Indonesia untuk memutuskan suplai adanya barang-barang palsu di bumi pertiwi ini,” kata Widya Buenastuti.
Menurut catatan MIAP, penjualan obat-obatan palsu di tingkat global rata-rata per tahun mencapai 75 milyar dolar Amerika. 30 persen obat yang beredar di Asia Tenggara termasuk Indonesia merupakan obat palsu, dan penjualannya di Indonesia mencapai sekitar 200 juta dolar Amerika per tahun. MIAP juga mengungkapkan, industri kosmetik menempati posisi teratas kegiatan pemalsuan.
Duta Besar Robert Blake mengatakan pembahasan yang akan dilakukan terkait masalah peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu, sangat penting karena merupakan hal serius yang harus diatasi. Duta Besar Blake juga menegaskan sangat mendukung adanya kemitraan antara Kedubes Amerika Serikat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) untuk menjawab persoalan-persoalan mengenai peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu.
Amerika Serikat, menurut Dubes Blake, sangat memperhatikan maraknya peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu karena mencemaskan kesehatan masyarakat dan merugikan perusahaaan obat yang produksinya dipalsukan dan dipasarkan.
Pada kesempatan sama, Kepala BPOM, Roy Sparringa mengakui sulit menghentikan peredaran obat-obatan dan kosmetik palsu. Namun ditegaskannya BPOM akan terus meningkatkan upaya pencegahan dan bekerjasama dengan berbagai pihak.
“Fenomena gunung es yang di permukaan, bagaimana yang di bawah, masih ada itu kecil-kecil, kami ingin otaknya di belakang ini, yang intelektual, tugas kami juga punya kerja sama dengan Polri, kerja sama dengan Kejaksaan, Kominfo,” kata Kepala BPOM, Roy Sparringa.
Kepala BPOM, Roy Sparringa mengatakan, obat-obatan dan kosmetik palsu tidak hanya diproduksi di dalam negeri, namun juga masuk dari berbagai negara. Menurutnya ada empat celah yang memungkinkan obat-obatan dan kosmetik palsu masuk ke Indonesia.
“Satu, tentengan-tentengan. Makanya kita cukup ketat untuk tentengan-tentengan. Kedua, free trade zone. Itu katanya bebas, tidak bebas. Fiskalnya yang ada kebijakan khusus tetapi harus ada izin. Kalau free trade zone ya Batam," jelas Roy Sparingga. "Ketiga, melalui jalur resmi tetapi dokumen dipalsukan. Berikutnya di daerah perbatasan. Pelintas batas katanya sekian-sekian keluar masuk, kita tidak tahu,” lanjutnya.
Kepala BPOM, Roy Sparringa mengingatkan, selama masih dicari masyarakat, obat-obatan dan kosmetik palsu akan terus diproduksi oleh orang-orang tidak bertanggungjawab.
“Karena diminati, ada pasar, maka itu ada celah, maka ada kemungkinan-kemungkinan mereka memproduksi palsu. Tahun lalu, kami temui di Medan, Aceh, Jambi, Bandung, Jakarta. Masyarakat perlu disadarkan, karena obatnya murah, jelas mereka mau yang murah. Tapi hati-hati, obat palsu itu bisa macam-macam isinya sampai yang tidak ada isinya, aslinya tepung, ini bahaya sekali,” jelas Roy Sparringga.
Selain diskusi tentang bahaya obat-obatan dan kosmetik palsu, Kedubes Amerika Serikat, BPOM dan MIAP melakukan kompetisi pembuatan iklan layanan masyarakat. Target kompetisi adalah peserta muda berusia antara 18 hingga 25 tahun dan pemenangnya akan diumumkan Mei mendatang.
Kepala MIAP, Widya Buenastuti menegaskan, partisipasi masyarakat usia muda sangat dibutuhkan untuk mensosialisasikan bahaya obat-obatan dan kosmetik palsu. “Ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah sendiri, maka kita sebagai bagian dan elemen dari masyarakat Indonesia menghadirkan kompetisi iklan layanan untuk kita semua, bisa mengajar masyarakat Indonesia untuk memutuskan suplai adanya barang-barang palsu di bumi pertiwi ini,” kata Widya Buenastuti.
Menurut catatan MIAP, penjualan obat-obatan palsu di tingkat global rata-rata per tahun mencapai 75 milyar dolar Amerika. 30 persen obat yang beredar di Asia Tenggara termasuk Indonesia merupakan obat palsu, dan penjualannya di Indonesia mencapai sekitar 200 juta dolar Amerika per tahun. MIAP juga mengungkapkan, industri kosmetik menempati posisi teratas kegiatan pemalsuan.