AS, Eropa Masih Pertimbangkan Respon Terhadap Serangan Gas di Suriah

Anggota Dewan Keamanan voting setelah presentasi untuk resolusi terkait penyelidikan independen penggunaan senjata kimia di Suriah dalam sidang di markas besar PBB, 10 April 2018.

Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Eropa, Kamis (12/4), membahas cara-cara yang akan secara efektif menghentikan pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia untuk membunuh para pemberontak dan warga sipil yang menentang Presiden Bashar al-Assad.

Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan, ia memiliki bukti bahwa pasukan Assad menggunakan klorin dalam serangan pekan lalu di Douma. Sejumlah pejabat Amerika Serikat mengatakan, mereka meyakini senjata kimia itu digunakan namun masih mencari bukti pasti.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump membahas Suriah dengan para penasehat keamanannya, sementara Menteri Pertahanan Jim Mattis memberi kesaksian di hadapan Komisi Angkatan Bersenjata DPR, Kamis (12/4).

Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis, menanggapi pertanyaan wartawan terkait aksi militer di Suriah dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan Belanda, Ank Bijleveld di Pentagon, Washington, 11 April 2018.

"Kami berusaha menghentikan pembunuhan terhadap orang-orang tidak berdosa, namun dalam hal strategi, kami harus menemukan cara yang dapat mencegah ketegangan meningkat menjadi tak terkendali,” kata Mattis.

Presiden Perancis Emmanuel Macron memperkokoh pendiriannya mengenai Suriah, Kamis (12/4), dengan mengatakan bahwa ada bukti pemerintah Suriah menggunakan gas kimia terlarang itu dalam serangan Sabtu lalu terhadap sebuah kawasan yang dikuasai pemberontak.

"Kami memiliki bukti bahwa senjata kimia digunakan, setidaknya klorin, dan ini digunakan oleh rezim Bashar al-Assad," jelasnya.

Macron mengatakan, ia sedang berdiskusi dengan Amerika dan sekutu-sekutu lainnya mengenai kemungkinan intervensi militer untuk melumpuhkan prasarana senjata kimia Assad.

Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan, Kamis (12/4), Suriah jelas belum menghancurkan arsenal senjata kimianya sesuai kesepakatan yang dicapai pada tahun 2013. Ia mengatakan, negaranya tidak akan bergabung dalam operasi militer di Suriah, namun akan mempertimbangkan serangkaian tindakan dalam menanggapi serangan gas di Douma.

Rusia, sekutu militer utama Suriah, meminta semua pihak untuk berusaha meredakan ketegangan. Maria Zhakarova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, mengatakan, "Kita hidup di tahun 2018, kita memiliki berbagai macam sarana komunikasi, termasuk Twitter. Kita bisa menyelesaikan semua persoalan dengan hanya mengangkat telepon, atau mengirim pesan. Saya kira, masalah ini harus diselesaikan melalui komunikasi, bukan melalui kekerasan.”

Dominique Moisi, analis politik di Montaigne Institute, Perancis, mengatakan, Barat tidak mempunyai pilihan kecuali mengambil tindakan jika Suriah menggunakan senjata kimia.

"Ada resiko, resiko meningkatnya ketegangan. Jadi, menyerang Suriah bukanlah solusi yang baik, namun tidak melakukan apa-apa setelah Suriah menggunakan senjata kimia merupakan solusi alternatif yang lebih buruk,” kata Moisi.

Your browser doesn’t support HTML5

AS, Eropa Masih Pertimbangkan Respon Terhadap Serangan Gas di Suriah

Mantan Dubes AS untuk Suriah, Edward Djerejian, mengatakan, pemboman AS terhadap target-target di Suriah setelah serangan senjata kimia tahun lalu tidak cukup menciutkan nyali Assad untuk tidak mengambil tindakan serupa. Karena itu, menurutnya, AS dan sekutu-sekutunya perlu membahas tanggapan yang memiliki konsekuensi lebih besar.

"Ini berarti operasi-operasi militer berkelanjutan yang benar-benar merusak prasarana militer Assad yang digunakan untuk melakukan serangan-serangan itu,” kata Djerejian.

Perang saudara di Suriah telah memasuki tahun kedelapan tanpa adanya tanda-tanda yang menunjukkan akan segera berakhir. [ab/lt]