Korporasi Keuangan Pembangunan Amerika Serikat (Development Finance Corporation/DFC), sedang mempertimbangkan rencana untuk menginvestasikan dana hingga $ 2 miliar ke Lembaga Pengelola Investasi (sovereign wealth fund/SWF) yang direncanakan oleh pemerintah Indonesia.
Chief Executive Officer (CEO) DFC Adam Boehler menyerahkan surat pernyataan minat (letter of interest) kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan saat kunjungannya ke Washington pada pekan lalu. Hal itu dilakukan menyusul pertemuan mereka dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih.
Gedung Putih belum memberikan informasi detail mengenai pertemuan di Oval Office tersebut. Namun, menurut pernyataan resmi dan foto-foto yang dipublikasikan pemerintah Indonesia, pertemuan tersebut juga dihadiri penasihat Gedung Putih Ivanka Trump dan Jared Kushner, yang merupakan mantan teman sekamar Boehler di kampus.
DFC adalah lembaga keuangan pembangunan pemerintah federal Amerika Serikat, yang membantu memfasilitasi pembiayaan swasta untuk proyek-proyek pembangunan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. SWF adalah lembaga pengelola dana investasi milik pemerintah dalam bentuk cadangan mata uang asing.
BACA JUGA: Bertemu Trump, Luhut Sampaikan Terima Kasih Soal GSPLembaga pengelola investasi di di wilayah tersebut telah mendapat sorotan sejak skandal lembaga pengelola investasi pemerintah Malaysia, 1MDB. Pengelolaan dana investasi tersebut bermasalah dan membuat mantan perdana menteri Malaysia dinyatakan bersalah karena kasus korupsi pada Juli lalu. Penjarahan aset bernilai miliaran dolar di salah satu skandal keuangan terbesar dalam sejarah melibatkan 10 negara dan bank investasi multinasional Amerika, Goldman Sachs.
Tanpa Pemberitahuan
Luhut bertemu dengan Trump di Oval Office pada 17 November. Pertemuan itu tidak tercantum dalam jadwal Presiden yang dipublikasikan. Gedung Putih menolak memberikan konfirmasi atas pertanyaan VOA tentang pertemuan tersebut. Pertemuan itu terjadi pada saat Trump tak punya banyak pertemuan yang diumumkan secara publik karena ia tengah mengajukan tuntutan hukum yang menantang kemenangan Presiden terpilih Joe Biden dalam pemilihan presiden pada November.
“Dalam masa vakum, langkah dari DFC ini bisa masuk akal karena hubungan AS-Indonesia adalah hal yang penting,” kata Anthony Nelson, Direktur Senior Asia Timur dan Pasifik di Albright Stonebridge Group, perusahaan penasihat strategis global dan diplomasi komersial.
"Namun, melakukannya sekarang dalam masa transisi mengejutkan beberapa orang,” katanya.
Boehler pernah mengunjungi Jakarta dua kali pada tahun ini, termasuk pertemuan pada Januari dengan Presiden Jokowi, untuk membahas lembaga pengelola investasi.
Pada Februari, setelah pertemuan dengan Boehler dan Kushner di Washington, Luhut mengatakan kepada VOA Indonesia bahwa rencana investasi DFC dalam lembaga pengelola investasi masuk tahap finalisasi. Kesepakatam awal rencananya ditandatangani pada Maret lalu saat KTT AS-ASEAN. Presiden Trump dijadwalkan menjadi tuan rumah KTT di Las Vegas.
Luhut mengatakan dalam pertemuan tersebut, Kushner menyatakan “minat yang serius” terhadap rencana Indonesia untuk merelokasi ibu kota ke Kalimantan.
BACA JUGA: Gedung Putih Bungkam Soal Pertemuan dengan Menteri Indonesia“Dia (Kushner) mengatakan bahwa Presiden Trump sangat menyukai rencana itu. Bisa saja dalam pertemuan tersebut salah satu agendanya adalah diskusi antara Presiden Jokowi dan Trump tentang ibu kota baru,” kata Luhut kepada VOA.
Gedung Putih membatalkan KTT Las Vegas pada Maret lalu menyusul merebaknya pandemi virus corona. Rencana pemerintah Indonesia untuk pemindahan ibu kota juga ditunda akibat Covid-19.
Dalam unggahan di Instagram awal pekan ini, Luhut mengatakan bahwa selama dua tahun terakhir dia telah “berkomunikasi secara intensif” dengan Kushner dan Boehler. Mereka, menurut Luhut, telah dianggap sebagai “tangan kanan” Trump. “Karena kedekatan itulah maka ditandatanganinya surat pernyataan minat DFC senilai $2 miliar,” kata Luhut.
Tidak jelas apakah Boehler, orang yang ditunjuk Trump, akan tetap berada di posisinya sebagai CEO DFC setelah pelantikan Biden pada 20 Januari. [ah/ft]