Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu pada Senin (1/7) menyatakan bahwa Israel hampir mencapai tujuannya untuk melumpuhkan kemampuan militer Hamas. Operasi-operasi militer yang tidak seintensif sebelumnya akan tetap dilancarkan, tambahnya.
“Kami bergerak menuju akhir fase pelumpuhan pasukan teroris Hamas, dan akan melanjutkan serangan terhadap (pasukan) yang tersisa,” ujar Netanyahu.
Sementara itu, kepulan asap tampak membumbung tinggi di atas Jalur Gaza pada Senin pagi, ketika militer Israel melanjutkan operasinya di daerah kantong Palestina tersebut.
Pasukan Israel mengatakan sekitar 20 proyektil ditembakkan dari Gaza ke arah wilayah-wilayah pemukiman di dekat perbatasan. Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan langsung mengenai korban atau kerusakan.
Sehari sebelumnya, serangan udara Israel menewaskan sedikitnya tiga warga Palestina di Jalur Gaza Tengah, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas.
Seorang wartawan Associated Press yang berada di lokasi mengonfirmasi pernyataan itu, setelah melihat ketiga jasad mereka.
Serangan itu menambah jumlah korban jiwa dalam daftar resmi kementerian kesehatan Gaza yang mencapai 37.800-an orang, sejak Israel melancarkan serangan berskala penuh sebagai balasan atas serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober.
Pada rapat kabinet hari Minggu (30/1), Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu menyampaikan apa yang ia sebut sebagai “tugas suci untuk membebaskan para sandera,” serta penundaan kesepakatan damai.
Namun bagi banyak warga Israel, itu tidaklah cukup. Ribuan orang kembali berkumpul di Tel Aviv menuntut pemilihan umum untuk menyingkirkan Netanyahu, di tengah seruan melakukan tindakan yang lebih tegas untuk mengembalikan sandera.
BACA JUGA: Perundingan Gencatan Senjata Buntu, Netanyahu Tetap Bertekad “Menang”Sementara Amerika Serikat, bersama dengan mitra-mitra regionalnya, berupaya untuk menengahi kesepakatan damai antara Israel dan Hamas.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Senin (7/1) mengatakan ia masih optimis atas tercapainya kesepakatan proposal gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Ia menambahkan, “Kita tahu bahwa ada tiga hal yang tidak bisa diterima terkait masa depan Gaza: Pendudukan Israel, Hamas yang melanggengkan kepemimpinannya, atau kekacauan, anarki, pelanggaran hukum, yang tengah kita saksikan di sebagian besar wilayah Gaza saat ini. (Jika) tidak ada rencana konkret untuk menemukan solusinya, maka salah satu dari ketiga hal tersebut akan terjadi.”
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri sementara Iran, Ali Bagheri Kani, menuding Israel melakukan “genosida” dan mengkritik Barat atas “penundaan dan pembiaran” mereka.
“Hari ini, rakyat Palestina dan Gaza yang tertindas menjadi korban genosida oleh penjajah bangsa Quds. Penundaan dan pembiaran oleh masyarakat internasional, khususnya negara-negara Barat, telah mendorong rezim Zionis untuk terus melakukan pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak,” kata Ali Bagheri Kani. Quds adalah nama Arab untuk Jerusalem.
Namun, baik Israel maupun Hamas tetap bersikukuh, karena Hamas menuntut gencatan senjata total dan penarikan pasukan Israel sepenuhnya dari Gaza. Sementara Israel hanya setuju untuk gencatan senjata sementara sampai Hamas diberantas.
Your browser doesn’t support HTML5
Pejabat Senior Hamas, Osama Hamdan mengungkapkan, “Tidak ada kemajuan nyata pada akhir perundingan agresi. Sekali lagi, Hamas siap untuk menyambut proposal apa pun yang menjamin gencatan senjata permanen, penarikan (pasukan Israel) secara menyeluruh dari Jalur Gaza, dan kesepakatan pertukaran (sandera) yang serius.”
Kementerian Kesehatan Gaza menyatakan bahwa perang Israel-Hamas membuat sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi, dan banyak dari mereka yang kini tinggal di kamp-kamp penampungan, di mana suhu udara di Gaza kini mencapai lebih dari 32 derajat Celcius.
Amerika Serikat pada dasarnya tetap menjadi sekutu terdekat Israel dalam hal dukungan materi dan finansial. Namun, seruan untuk gencatan senjata semakin kencang setiap harinya, dengan semakin banyaknya foto dan video korban sipil yang beredar.
Pada Jumat (28/6) lalu, PBB menyampaikan bahwa setidaknya 60 ribu orang terpaksa mengungsi dari daerah-daerah di timur dan timur laut Kota Gaza.
Duta Besar AS untuk Mesir, Herro Mustafa Garg, mengunjungi gudang-gudang penyimpanan bantuan kemanusian di Sinai Utara dan penyeberangan perbatasan Rafah, di tengah-tengah seruan terkini untuk perdamaian. [br/ns]