Badan Antinarkoba PBB: Perdagangan Metamfetamin dari Segitiga Emas Asia Tidak Melambat

  • Associated Press

Bea Cukai Malaysia memamerkan 1187 kg Metamfetamin senilai 71 juta ringgit yang disita selama konferensi pers di Nilai, Malaysia 28 Mei 2018. (Foto: REUTERS/Angie Teo)

Perdagangan besar metamfetamin dan obat-obatan terlarang lainnya yang berasal dari sudut kecil Asia Tenggara tidak menunjukkan tanda-tanda melambat, kata Kantor PBB untuk urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC), Jumat (2/6).

“Metamfetamin dalam volume tinggi terus diproduksi dan diperdagangkan di dalam dan dari wilayah tersebut sementara produksi ketamin dan obat-obatan sintetis lainnya telah berkembang,” kata laporan tahun 2023 badan itu yang berjudul Obat-obatan Sintetis di Asia Timur dan Tenggara -- yang pertama sejak perbatasan dibuka kembali pascapandemi COVID-19.

Laporan tersebut menunjukkan pola kelompok-kelompok kriminal yang membangun kembali diri mereka ke tahap prapandemi, dan secara signifikan mengubah rute penyelundupan.

BACA JUGA: Filipina Sita Setengah Ton Narkoba dalam Kemasan Teh

Bagian terbesar dari metamfetamin, dalam bentuk tablet dan sabu, berasal dari kawasan yang dikenal sebagai Segitiga Emas, di mana perbatasan Myanmar, Laos, dan Thailand bertemu. Produksi opium dan heroin berkembang pesat di sana, terutama karena ketiadaan hukum di sekitar negara bagian Shan, Myanmar timur, yang terpencil. Daerah tersebut, sebagian besar berupa hutan, tetap menjadi wilayah kekuasaan berbagai milisi etnis minoritas, dan beberapa di antara mereka bermitra dalam perdagangan narkoba.

“Metamfetamin terus menjadi narkoba yang paling banyak digunakan di Asia Timur dan Tenggara dan penggunaannya telah meningkat selama dekade terakhir,” kata laporan tersebut.

Metamfetamin juga lebih mudah dibuat dalam skala industri daripada budidaya opium yang padat karya, dari mana heroin berasal. Obat tersebut kemudian didistribusikan melalui darat, laut dan udara di seluruh Asia dan Pasifik.

Laporan tersebut mengatakan bahwa kontrol luas yang dimiliki kelompok-kelompok kejahatan terorganisir atas wilayah itu “telah memungkinkan mereka untuk meningkatkan dan mendiversifikasi pasokan secara besar-besaran untuk tujuan ekspansi dan dominasi pasar.”

Seorang petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) sedang menyiap paket-paket metamfetamin atau sabu-sabu yang akan dimusnahkan di Jakarta, 4 Mei 2018.

“Jaringan-jaringam perdagangan regional yang paling kuat dapat beroperasi dengan tingkat kepastian yang tinggi, dan tidak akan dapat dihentikan, dan sebagai hasilnya mereka dapat mendikte syarat dan ketentuan pasar,” katanya.

Ada rekor penyitaan metamfetamin hampir setiap tahun selama dekade terakhir di Asia Timur dan Tenggara, tetapi data terbaru menunjukkan bahwa total narkoba yang disita menurun pada tahun 2022 menjadi 151 ton, menurut laporan UNODC tersebut.

Penurunan penyitaan ini sering dikaitkan dengan produksi yang melemah, tetapi laporan itu mengatakan "indikator-indikator lain -- termasuk penangkapan, tingkat ketersediaan, kemurnian, rekor harga grosir dan jalanan yang rendah, dan jumlah orang yang menjalani perawatan -- menunjukkan pasokan tetap sangat tinggi atau tidak berubah."

BACA JUGA: Penyelundupan Narkoba ke Indonesia Tetap Tinggi di Masa Pandemi COVID-19

Jeremy Douglas, perwakilan regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, secara khusus mencatat pada konferensi pers pad Jumat di Bangkok bahwa situasi di negara bagian Shan, Myanmar “cukup memprihatinkan” karena penurunan penyitaan narkoba yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun lalu di sana, meskipun menjadi episentrum produksi untuk Asia Pasifik.”

Laporan tersebut menunjukkan bahwa penurunan penyitaan secara keseluruhan terjadi karena penyelundup mengubah rute penyelundupan mereka dari darat ke laut untuk menghindari pihak berwenang. Pengiriman melalui laut dilakukan dari wilayah pesisir Myanmar. [ab/uh]