Pandemi COVID-19 nyatanya tidak menghentikan laju peredaran narkoba di Indonesia. Analisis Kebijakan Madya Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Kombes Polisi I Ketut Arta mengungkapkan telah terjadi peningkatan yang cukup tajam pada tren penyitaan sabu dalam dua tahun terakhir.
Ia menyebutkan, dalam periode 2019 hingga 2020 saja, terjadi kenaikan sebesar 131 persen pada jumlah sabu yang disita oleh polisi dari 2,9 ton pada tahun 2019 menjadi 6,7 ton pada tahun 2020.
Dan tampaknya jumlah tersebut akan mengalami peningkatan pada tahun ini. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Polri, sebanyak 7,1 ton sabu telah disita dalam operasi yang dilakukan pada semester pertama tahun ini.
“Situasi pandemi COVID-19 ini tidak berpengaruh terhadap aktivitas sindikat peredaran gelap narkoba baik nasional dan internasional dalam penyelundupan narkoba masuk ke Indonesia,” ungkap Ketut dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertema Geliat Narkoba Dalam Bayangan Corona yang disiarkan melalui kanal YouTube Div Humas Polri, pada Rabu (27/10).
Ia menyebutkan beberapa negara yang menjadi pemasok dari obat-obatan terlarang ke Indonesia. Sebagai contoh, Myanmar dan Afghanistan menjadi pemasok terbesar methamphetamine (sabu), sedangkan Pakistan dan Iran berkontribusi dalam menyelundupkan heroin ke tanah air.
Menurut Ketut, para pemasok menggunakan berbagai macam modus untuk menyelundupkan barang haram tersebut diantaranya dengan memindahkan muatan yang berisi narkoba dari kapal induk ke kapal nelayan sindikat lokal di tengah laut.
Selanjutnya, muatan tersebut diselundupkan ke kota-kota besar di Indonesia melalui jalur darat. Modus semacam ini telah ditemukan di pantai barat Sumatra dan pantai selatan Jawa.
Ia menambahkan para pemasok juga menggunakan modus lain seperti dengan mengirimkan narkoba melalui teh kemasan, kotak plastik kemasan maupun penyisipan dalam komoditi ekspor makanan.
Diselundupkan Melalui Jalur Laut
Direktur Penindakan dan Pengejaran Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Polisi I Wayan Sugiri menjelaskan kondisi geografis Indonesia yang mayoritas berupa lautan dimanfaatkan sebagai jalur favorit bagi para sindikat dalam melakukan penyelundupan narkoba dari luar negeri.
“Delapan puluh persen –narkoba- memasuki wilayah Indonesia melalui jalur laut, yang paling banyak masuknya itu dari Pulau Sumatra, dari Aceh hingga ke Tanjung Balai Asahan, kemudian lanjut ke Kalimantan Utara juga,” ungkap Wayan.
Berdasarkan penelusuran BNN, harga jual narkoba jenis methamphetamine (sabu) di Indonesia berkisar $110 per gram, sedangkan cannabis (ganja) dijual seharga $1 per gram. Sementara itu, harga jual ekstasi di pasaran adalah sekitar $35 per gram, sedangkan heroin diperjualbelikan dengan harga $215 per gram.
Lapas Sarang Narkoba
Selain melacak peredaran narkoba di lapangan, BNN turut menindak para pengendali bisnis gelap narkoba yang justru sedang menjalani hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Wayan mengungkapkan bahwa para pengendali itu direkrut oleh bandar narkoba untuk mengatur pendistribusian narkoba melalui kurir.
“Lapas sarang narkoba saya pastikan iya. Sarang tetapi tidak ada barang di dalam yang ada pengendali-pengendali, selama saya menjadi direktur penindakan di BNN sudah hampir satu tahun setengah, itu hampir tiap bulan kami ambil dua, tiga orang dari Lapas se-Indonesia. Entah bagaimana bisa masuk itu handphone dan bisa mengendalikan,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan pada semester pertama 2021, BNN pusat dan daerah, berhasil mengungkap 364 kasus tindak pidana narkotika dengan jumlah tersangka sebanyak 689 orang. Selain itu, BNN juga telah mengamankan 13 tersangka dari 11 kasus tindak pidana pencucian uang senilai Rp63,8 miliar. Hingga 11 Oktober 2021, BNN telah menyita sebanyak 2,3 ton shabu dan 4,1 ton ganja. [yl/rs]