Berbagai atraksi budaya dan busana warna-warni memeriahkan parade di sepanjang Jl. Asia Afrika ini. Ada yang mengenakan baju tradisional Sunda, baju Tionghoa, sampai kerudung bertema merah putih.
Perwakilan kelompok agama dan kampung toleransi pun menambah keriaan dengan berbagai mobil hias.
BACA JUGA: Lawan Provokasi di Medsos, Ridwan Kamil Minta Bentuk Intelijen DigitalVihara Avalokitesvara Vidya Sasana (AVS) membawa mobil dengan dekorasi teratai dan anak yang memerankan Dewi Kwan Im.
Steven Lin dari Vihara AVS mengatakan figur Dewi Kwan Im merupakan pesan untuk bersikap welas asih kepada sesama.
“Semoga kita bisa memancarkan cinta kasih, saling membantu, membina persatuan. Jadi tanpa memandang suku atau ras, kita saling memancarkan cinta kasih satu sama lain,” jelasnya kepada VOA.
Vihara AVS berada di Paledang, yang ditetapkan sebagai satu dari lima Kampung Toleransi Kota Bandung.
Steven mengatakan bangga akan keberagaman budaya di Kota Bandung.
“Sangat senang dan sangat bangga. Bahwa kita—khususnya di Bandung ini—sangat toleran. Kita bisa saling menunjukkan kebudayaan kita masing-masing. Kita pun menikmati kebudayaan-kebudayaan lain yang berbeda,” tambah dia.
BACA JUGA: Pelanggaran Kebebasan Beragama Terbanyak Terjadi di Jabar dan JakartaPemkot Bandung Berbenah?
Digelar pertama kalinya, ‘Bandung Rumah Bersama’ digagas Pemerintah Kota dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bandung.
Awalnya, acara ini bertajuk Parade Lintas Agama dan Budaya. Rencana ini sempat didemo oleh kelompok orang. Acara pun akhirnya digelar dengan nama baru.
Saat membuka acara, Wali Kota Bandung Oded M Danial mengatakan parade ini adalah milik semua golongan.
“Saya tegaskan bukan untuk merayakan sebuah kebudayaan, bukan juga perayaan ibadah sebuah agama. Tapi kita berkumpul di sini—saya tegaskan—bahwa Bandung adalah rumah bersama. Rumah dari berbagai agama, dari suku, budaya, yang ada di Indonesia,” ujar Oded disambut tepuk tangan warga yang menonton.
Your browser doesn’t support HTML5
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, parade ini ingin menepis anggapan bahwa Bandung adalah kota intoleran.
“Acara ini juga sekaligus saya harap bisa menepis penilaian sebagian kalangan bahwa Bandung kota intoleran. Dulu di publik, Jawa Barat intoleran, tapi Bandung adalah kota toleransi. Bandung adalah rumah bersama,” ujar Oded lagi.
Bandung Punya Pekerjaan Rumah
Acara ini dilangsungkan di tengah catatan intoleransi di Kota Bandung.
LBH Bandung mencatat, pada 2017 terdapat setidaknya tujuh pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB). Tiga kasus di antaranya adalah pembubaran acara Asyura dari kelompok Syiah, penolakan acara tahunan Ahmadiyah, dan protes terhadap gereja di Sarijadi.
Pada 2018, acara Asyura kelompok Syiah kembali ditolak kelompok tertentu. Pada 2019, acara kelompok Ahmadiyah di Bandung terpaksa dipersingkat karena desakan massa.
Dalam Indeks Kota Toleran (IKT), posisi Bandung membaik dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2017 Bandung ada di posisi 83, naik ke 69 pada 2018. Indeks yang dikeluarkan Setara Institute ini mendata 94 kota di Indonesia. [rt/em]