Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional IFRC mengatakan sedikitnya 22 orang meninggal dan empat lainnya hilang dalam banjir dahsyat di Korea Utara.
Dalam pernyataan tentang angka korban dari pejabat-pejabat Korea Utara, IFRC mengatakan banjir juga telah merusak panen, sehingga meningkatkan kekhawatiran di negara yang sudah menderita kelangkaan pangan parah ini.
Kantor berita pemerintah Korea Utara KCNA, Jumat (14/8), melaporkan hampir 40 ribu hektar panen rusak dan 17 ribu rumah hancur atau rusak.
“Banyak ruas jalan, jembatan dan rel kereta api rusak Bendungan pembangkit listrik roboh dan ada kerusakan parah di berbagai sektor ekonomi nasional,” demikian petikan pernyataan KCNA.
BACA JUGA: Hadapi Musim Hujan, Korut Peringatkan Tentang Lebih Banyak BanjirSemenanjung Korea telah mengalami musim hujan yang jauh lebih lama dari biasanya.
Sebagian Korea Selatan baru-baru ini dilanda hujan selama 49 hari berturut-turut, menimbulkan banjir dan tanah longsor yang menewaskan puluhan orang.
Korea Utara terutama sangat rentan terhadap banjir. Kurangnya infrastruktur yang memadai dan meluasnya deforestasi, yang sebagian diakibatkan oleh penebangan pohon untuk bahan bakar atau kayu bakar, dan pembukaan lahan untuk pertanian.
Banjir ini terjadi ketika Korea Utara berupaya mencegah meluasnya perebakan virus corona. Bulan lalu Korea Utara memberlakukan kebijakan lockdown di sekitar kota Kaesong setelah mengingatkan bahwa seorang pembangkang dari Korea Selatan mungkin telah membawa virus itu melintasi perbatasan kedua negara. [em/pp]