Truk-truk pada Jumat (17/5) mulai mengirimkan bantuan kemanusiaan melalui dermaga sementara yang dibangun Amerika Serikat (AS) di lepas pantai Jalur Gaza, di mana, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kelaparan tengah mengancam ratusan ribu orang dan perang yang terus berkecamuk antara Israel dan Hamas mengancam akan menggagalkan operasi bantuan kemanusiaan.
Kendaraan-kendaraan yang membawa bantuan kemanusiaan mulai bergerak ke darat melalui dermaga pada pukul 9 pagi, menurut Komando Pusat AS (CENTCOM).
Dermaga terapung tersebut telah dirakit sebelumnya oleh militer AS di pelabuhan Ashdod, Israel, dan dipindahkan ke pantai Gaza minggu ini, sehingga memungkinkan pengiriman bantuan oleh beberapa negara dan organisasi kemanusiaan, kata CENTCOM.
Tidak ada tentara AS yang mendarat, katanya.
Pasokan akan menjalani pemeriksaan keamanan Israel di Siprus sebelum tiba di dermaga dan harus melalui pos pemeriksaan tambahan Israel begitu mereka mendarat, kata pejabat pemerintah AS.
BACA JUGA: Militer AS: Dermaga untuk Salurkan Bantuan ke Gaza Sudah SiapNamun, PBB mengatakan bahwa konvoi truk yang tiba melalui darat adalah metode yang “paling layak, efektif dan efisien” untuk mengirimkan bantuan ke Gaza.
“Untuk mencegah kengerian kelaparan, kita harus menggunakan rute tercepat dan paling jelas untuk menjangkau masyarakat Gaza – dan untuk itu, kita memerlukan akses melalui darat sekarang,” kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq.
Pertempuran sengit di seluruh wilayah kantong telah menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan, dan kelompok bantuan memperingatkan bahwa kondisinya terlalu berbahaya dan tidak stabil bagi para pekerja untuk memberikan bantuan dengan aman di sana.
Banyak yang khawatir bahwa ketika perang Israel-Hamas berkecamuk, kelompok-kelompok bantuan mungkin terpaksa menghentikan operasinya.
“Ada kebutuhan yang sangat besar” yang pasti akan terus bertambah, sementara akses yang ada “semakin berkurang,” kata kepala badan amal Eropa kepada kantor berita AFP tanpa menyebut nama.
Seorang pekerja di organisasi non-pemerintah Humanity & Inclusion yang berbasis di Paris di wilayah Palestina, yang juga berbicara tanpa mau disebutkan namanya, mengatakan, “Kami tidak bisa mengeluarkan tim kami; kondisi keamanan terlalu tidak stabil.”
Persimpangan Rafah – koridor bantuan kemanusiaan utama di perbatasan Mesir – telah ditutup sejak militer Israel melancarkan apa yang disebutnya operasi “terbatas” di Kota Rafah pada 7 Mei, yang memicu eksodus warga Palestina yang mencari keselamatan lebih jauh ke utara di Gaza.
BACA JUGA: Afrika Selatan Desak Mahkamah Internasional Perintahkan Gencatan Senjata di GazaPerserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok bantuan lainnya mengatakan bahwa Israel perlu berbuat lebih banyak untuk menyalurkan bantuan ke Gaza, yang telah hancur akibat perang sejak Israel melancarkan operasi militernya sebagai tanggapan atas serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober. Hamas telah ditunjuk sebagai Hamas. sebuah organisasi teror oleh AS, Inggris, dan negara-negara lain.
Israel mengatakan pihaknya meningkatkan upaya untuk memasukkan bantuan ke Gaza, dan militer mengatakan 365 truk bantuan telah masuk melalui titik penyeberangan Kerem Shalom dan Erez pada Kamis (16/5), membawa tepung (gandum) dan bahan bakar.
Selain itu, ratusan tenda juga diserahkan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang dievakuasi dari Rafah ke kawasan al-Mawasi yang telah ditetapkan Israel sebagai zona kemanusiaan.
“[Pasukan Pertahanan Israel atau IDF] akan melanjutkan upayanya untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan memasuki Jalur Gaza melalui darat, udara dan laut, sesuai dengan hukum internasional,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Pertempuran sengit di Gaza utara
Sementara itu, pasukan Israel terlibat dalam peperangan perkotaan yang sengit pada Jumat (17/5) di gang-gang sempit Kota Jabalia melawan kebangkitan kembali sel-sel Hamas di Gaza utara.
Pasukan Israel menemukan tiga jenazah sandera dari Jalur Gaza, kata kepala juru bicara militer IDF, Daniel Hagari pada Jumat.
Hagari mengidentifikasi para sandera sebagai Shani Louk, Amit Buskila dan Itzhak Gelerenter, yang menurutnya dibunuh oleh Hamas di festival musik Nova dan jenazah mereka dibawa ke Gaza.
Kendaraan lapis baja Israel meluncur ke jantung Jabalia, kamp pengungsi terbesar dari delapan kamp pengungsi bersejarah di Gaza, dan buldoser meratakan rumah-rumah dan toko-toko di jalur serangan tersebut, kata penduduk di daerah tersebut.
UNRWA: 630 Ribu Mengungsi dari Rafah
Sementara pertempuran berkecamuk di utara, aktivitas Israel di Rafah telah menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi. Sejak serangan militer Israel di Rafah dimulai, lebih dari 630.000 orang terpaksa mengungsi dari Kota Gaza selatan, menurut badan bantuan utama PBB untuk Palestina, UNRWA.
Banyak dari mereka telah melarikan diri ke Gaza tengah, kata UNRWA, seraya menambahkan bahwa daerah di sekitar Kota Deir al-Balah sekarang “sangat penuh sesak dengan kondisi yang mengerikan.” satu-satunya kota lain di Gaza yang belum diserang oleh pasukan Israel.
Tank dan pesawat tempur Israel membombardir sebagian Rafah pada hari Jumat, sementara sayap bersenjata Hamas dan Jihad Islam mengatakan mereka menembakkan rudal anti-tank dan mortir ke arah pasukan yang berkumpul di timur, tenggara dan di dalam perbatasan Rafah dengan Mesir.
Serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan penangkapan sekitar 250 sandera, menurut para pejabat Israel.
Serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 35.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, yang mencakup warga sipil dan kombatan, namun ditambahkan bahwa sebagian besar korban tewas adalah perempuan dan anak-anak. [pp/ft]
Beberapa materi dalam laporan ini berasal dari AP, AFP, dan Reuters.