Koalisi Perempuan Indonesia KPI menyatakan mengapresiasi keseriusan fraksi-fraksi anggota Panitia Kerja (Panja) Badan Legislatif (Baleg) DPR mencapai kesepakatan untuk menaikkan batas usia minimum perkawinan menjadi 18 tahun bagi laki-laki dan perempuan, tetapi “masih berharap agar batas usia minimum itu sejalan dengan posisi fraksi PDI-Perjuangan dan fraksi Gerindra yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan.” Hal ini disampaikan KPI sesuai rapat Panja Baleg DPR hari Senin (2/9).
Diwawancarai melalui telepon Senin malam (2/9), Sekjen KPI Dian Kartikasari mengatakan capaian Panja Baleg DPR ini merupakan “suatu kemajuan besar” setelah perjuangan panjang untuk menaikkan batas usia perkawinan, terutama bagi perempuan.
BACA JUGA: Koalisi Perempuan Desak Perubahan UU Perkawinan Sebelum DPR Periode Sekarang Berakhir“Sebenarnya kami memasukkan tiga ayat, yaitu soal usia, pengetatan dispensasi dan aturan yang memastikan agar kedua hal (usia dan pengetatan dispensasi.red) berjalan. Dua yang terakhir sudah tidak masalah, kendalanya memang di soal usia karena fraksi-fraksi punya pertimbangan beragam. Ada yang tetap tidak ingin diubah, ada yang usul 17 atau 18. Ada yang ingin batas usia minimum perempuan jadi 19 tahun, tapi ada yang tidak mau diputus dulu sekarang,” papar Dian.
PDI-Perjuangan dan Gerindra Tetap Usulkan Batas Usia Minimum Perkawinan 19 Tahun, Lainnya Beragam
Ditambahkannya bahwa dari diskusi dalam sidang-sidang sebelumnya diketahui ada yang menilai sulit bagi anak perempuan menikah pada usia 19 tahun karena bakal ada stigma sosial 'tidak laku' dan sebagainya, atau bahkan khawatir mereka akan berzina. Mereka yang setuju dengan usia 17 tahun menggunakan dasar bahwa orang dapat KTP pada usia 17 tahun.
PDI-Perjuangan lewat Diah Pitaloka dan Gerindra lewat Rahayu Saraswati tetap ingin 19 tahun. Setelah sidang dan lobby-lobby akhirnya disepakati batas usia minimun laki-laki dan perempuan jadi 18 tahun.
"Ini kemajuan. Meskipun saya tetap menilai seharusnya batas usia minimum laki-laki tidak perlu diturunkan karena khan memang tidak jadi masalah, yang jadi masalah batas usia minimum perempuan,” jelasnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi MK pada Desember 2019 mengamanatkan agar mengubah batas usia minimum perkawinan bagi perempuan. KPI mengatakan secara tersirat putusan MK “mendorong peningkatan usia minimum perkawinan perempuan sama dengan laki-laki, yaitu 19 tahun.”
BACA JUGA: MK Minta DPR Ubah Ketentuan Batas Usia dalam UU PerkawinanDian optimis masih ada ruang untuk membahas perubahan pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan No.1/1974 karena bakal masih ada diskusi di tingkat mini fraksi dan diskusi dengan pemerintah. “Kami berharap pemerintah punya argumen yang baik untuk menaikkan batas usia minimum perkawinan menjadi 19 tahun,” tambahnya.
Mies Grijns : Ini Langkah Penting, Tapi Perbaikan Hukum Saja Tidak Cukup
Peneliti dan pengamat isu kawin anak di Universitas Leiden Mies Grijns kepada VOA mengatakan memuji perjuangan semua pihak untuk menaikkan batas usia minimum perkawinan.
“Ini langkah penting,” ujar Mies, “tetapi perbaikan hukum dan aturan saja tidak cukup. Perlu ada usaha untuk terus membimbing anak-anak kita, terutama remaja. Semua stakeholders, dari orang tua – ayah dan ibu yaa – hingga keluarga besar, tokoh desa, tokoh agama, tokoh adat, guru, staf kesehatan hingga di tingkat nasional, untuk memahami apa arti pernikahan dini. Bagaimana memberi pendidikan reproduksi, mencegah kawin paksa, mendukung remaja yang suka sama suka.”
BACA JUGA: Anak Muda Cegah Perkawinan AnakMies menambahkan bahwa pekerjaan rumah berikutnya adalah mencari solusi untuk mencegah kehamilan dini akibat “adolescent sexuality” atau tahap perkembangan di mana remaja mulai mengalami dan mengeksplorasi perasaan seksual, tetapi tidak menyadari risikonya.
“Pada usia 17 khan mereka sudah bukan lagi anak-anak. Sudah punya pengetahuan dan keinginan yang bukan sekedar kebutuhan anak kecil. Nah bagaimana membimbing mereka,” tukas Mies.
Pembahasan hasil rekomendasi ini akan dilakukan minggu depan dan diharapkan selesai pada rapat paripurna 10 September. [em]