Arifudin Lako alias Brur, seorang narapidana kasus terorisme, sempat bingung ketika dibebaskan dua tahun lalu, setelah menyelesaikan hukuman penjara 6,5 tahun karena menembak seorang jaksa pada 2004 di Palu, Sulawesi Tengah.
Selain khawatir mengenai sikap masyarakat terhadap dirinya dan keluarga, ia juga gundah membayangkan sulitnya mencari pekerjaan atau memulai usaha sendiri.
Keberanian Brur menatap masa depan mulai tumbuh kembali ketika pemerintah daerah dan beberapa LSM menggagas pelatihan bagi mantan narapidana dan kombatan konflik Poso, yang kembali digelar Januari ini.
Sebelas mantan narapidana teroris dan kombatan konflik Poso ikut serta dalam pelatihan yang dilangsungkan oleh Aliansi Indonesia Damai Jakarta dan Celebes Institute, pada 26-27 Januari, di Palu, Sulawesi Tengah.
“Mantan narapidana teroris, bahkan eks kombatan, sampai sekarang ada yang belum bekerja atau punya pekerjaan tetap, kata Arifudin Lako.
Dia berharap melalui kegiatan ini, Pemda bisa membuka peluang bagi teman-teman sesama mantan narapidana, “entah mau diberikan modal bantuan usaha, atau dibukakan jaringan usaha.”
Wirausaha menjadi pilihan para mantan narapidana teroris di Poso untuk membuka kehidupan baru setelah menjalani hukuman penjara dalam kurun waktu yang cukup lama. Usaha mereka umumnya di sektor pertanian, peternakan, kuliner, audio visual, dan bengkel.
Adriani Badra, Direktur Celebes Institute, sebuah LSM yang mengkaji konflik di Sulawesi Tengah, mengatakan pelatihan penguatan usaha itu merupakan bagian dari program pemberdayaan ekonomi yang selama ini dilaksanakan pemerintah daerah dan beberapa LSM di Poso. Progam ini dikhususkan untuk mereka yang pernah terlibat dalam kasus terorisme.
Peserta adalah para mantan narapidana teroris yang telah bebas, termasuk beberapa mantan kombatan yang tidak menjalani proses hukum, tetapi terlibat aksi kekerasan setelah konflik, kata Adriani menjelaskan.
“Mereka mencoba survive (bertahan hidup) untuk hidup. Jadi ada yang berusaha dengan modal sendiri, atau melalui intervensi program pemberdayaan ekonomi beberapa institusi pemerintah atau non pemerintah,” kata Andriani Badra.
Meskipun telah mendapat bantuan modal usaha dan peralatan, kegiatan wirausaha para mantan narapidana teroris dan kombatan ini umumnya belum berkembang. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dalam manajemen usaha, produksi dan pengemasan produk, hingga pemasaran,baik secara tradisional maupun lewat internet.
Latihan penguatan usaha, ujar Adriani, berupaya membantu mereka mengatasi kendala-kendala ini.
“Pelatihan kewirausahaan ini bukan sekedar hal-hal teknis, tetapi juga yang sifatnya 'life-skill.’ Misalnya, bagaimana menguatkan komitmen mereka bahwa memulai usaha adalah jalan keluar dan jangan lagi mengulangi tindakan-tindakan yang merugikan mereka sendiri dan masyarakat,” kata Adriani.
Wakil Bupati Poso, T. Samsuri, kepada VOA mengatakan pemerintah kabupaten akan mendukung upaya pelatihan ini dengan menghadirkan langsung para ahli peternakan, pertanian, perkebunan dan perdagangan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD.
“Kita sebenarnya ingin juga sama-sama membimbing supaya lebih terarah karena kita punya ahli-ahlinya. Jika butuh soal perternakan, kita punya ahli peternakan. Yang kita datangkan mereka yang pernah jadi juara, yang bisa mengembangbiakkan sapi, itu contohnya,” kata Samsuri.
Pihak pemerintah kabupaten juga mendorong para mantan narapidana teroris dan kombatan ini juga bersama-sama menunjukkan bahwa Poso sudah aman dan kondusif, tidak saja untuk para wisatawan, tetapi juga untuk para investor.
Your browser doesn’t support HTML5