Pertempuran antara tentara Myanmar dan pemberontak anti-junta militer yang berkobar dalam beberapa hari terakhir menewaskan belasan orang dalam satu serangan, kata penduduk desa setempat, Sabtu (22/7).
Kekerasan mematikan melanda Myanmar sejak militer menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi pada Februari 2021 dan melancarkan tindakan keras berdarah terhadap perbedaan pendapat yang telah menewaskan ribuan orang.
Junta militer memerangi milisi "Pasukan Pertahanan Rakyat" (People's Defence Force/PDF) antikudeta, serta tentara pemberontak etnis yang telah lama terbentuk yang menguasai sebagian besar wilayah yang dekat dengan perbatasan negara.
Seorang sumber militer senior, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pertempuran telah terjadi dalam beberapa hari terakhir di negara bagian Kachin, Karen dan Kayah, serta wilayah Sagaing dan Magway.
Dua orang dari Desa Sone Chaung di Sagaing, yang menjadi sarang perlawanan terhadap pemerintahan junta, mengatakan kepada AFP bahwa tentara telah membunuh 14 orang dalam serangan pada Jumat (21/) dini hari.
Dua penduduk desa, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan tentara datang mencari pemimpin PDF.
Seseorang mengatakan bahwa enam dari yang tewas adalah tentara PDF, tetapi sisanya adalah warga sipil. Sejumlah mayat yang ditemukan tersebar di area yang luas tampaknya ditembak atau ditebas saat mereka mencoba melarikan diri.
"Pertempuran dan penggerebekan tempat-tempat PDF di wilayah Sagaing dan Magway sedang berlangsung akhir-akhir ini," sumber militer lain mengkonfirmasi dengan syarat tanpa diungkap identitasnya. Sumber tidak memberikan perincian lebih lanjut.
Para jurnalis sulit menembus akses ke daerah-daerah yang terdampak sehingga mereka tidak dapat secara independen memverifikasi laporan-laporan lokal.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan kepada para menteri Asia Tenggara bahwa Washington dan negara-negara kawasan harus menekan junta untuk mengakhiri kekerasan dan kembali ke demokrasi.
Namun tekanan diplomatik dan ekonomi pada para jenderal sejauh ini tidak berpengaruh.
Junta militer, yang menjustifikasi kudeta dengan tuduhan kecurangan dalam pemilihan yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi, berjanji akan mengadakan pemilihan baru. [ah/ft]