Berantas Kolera, Malawi Larang Warga Jual Makanan di Kaki Lima

Seorang tenaga medis berdiri di depan bangsal Pusat Perawatan Kolera, yang didanai oleh Unicef, Palang Merah Malawi dan UK Aid, di Rumah Sakit Bwaila di ibu kota Lilongwe, Malawi, 25 Januari 2018. (Foto: AFP)

Pihak berwenang di Malawi telah melarang penjualan makanan di kaki lima di kota itu sebagai upaya untuk mencegah perebakan wabah kolera, yang pada tahun ini saja telah mengakibatkan lebih dari 400 orang meninggal. Otoritas kesehatan mengatakan 11 orang lagi meninggal pada Kamis (22/12).

Kementerian Kesehatan Malawi mengatakan 383 orang saat ini dirawat di rumah sakit, menambah total kasus kolera sejak wabah dimulai pada Maret lalu menjadi 13.837 kasus.

Situasi itu memaksa pihak berwenang di Ibu Kota Lilongwe, dan pusat ekonomi Blyantyre, melarang penjualan makanan matang di jalan dan di restoran komunal.

“Departemen Kesehatan telah memberitahu bahwa sebagian besar kasus kolera ini menyebar melalui makanan matang yang tidak disiapkan dengan benar saat akan dimasak, dan mungkin mereka tidak menggunakan air dari sumber air bersih. Jadi kami di Dewan Kota Blantyre memutuskan melarang semua makanan yang telah dimasak di jalan-jalan kota," kata Kepala Dewan Kota Blantyre, Wild Ndipo.

Dewan Kota Lilongwe pada pekan lalu juga menghentikan penjualan makanan jadi di pasar dan jalanan kota.

Seorang tukang daging menyiapkan daging kambing di samping poster UNICEF yang menyerukan orang-orang untuk mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi diri dari kolera, di Likuni, di luar Lilongwe, Malawi, 27 Januari 2018. (Foto: AFP)

Namun para pengecam ragu penjual makanan akan mematuhi larangan tersebut, karena mereka telah menentang larangan serupa yang diumumkan pada September lalu.

Rhoda Mauluka menjual kentang Irlandia yang sudah dibumbui dan dimasak. Di kotapraja Ndirande, kentang ini dikenal sebagai “zibwente.” Ia mengatakan ia memahami alasan dibalik larangan itu tetapi sulit baginya untuk berhenti menjualan makanan tersebut.

“Usaha ini merupakan satu-satunya sumber pendapatan saya untuk bertahan hidup di kota ini. Saya menggunakan uang pendapatan itu untuk membayar sewa rumah, menyekolahkan kedua anak saya dan membeli makanan sehari-hari. Tidak adil memberlakukan larangan semacam itu tanpa menyediakan alternatif lain untuk memperoleh pendapatan hidup," paparnya.

Mauluka menambahkan daripada melarang penjualan makanan jadi, pihak berwenang dapat mendidik para penjual makanan tentang langkah-langkah yang aman untuk mempersiapkan dan menjaga agar makanan bebas dari infeksi kolera.

BACA JUGA: Vaksin Kolera Kurang, WHO Ubah Standar Vaksinasi Jadi Satu Dosis

Wali Kota Wild Ndipo mengatakan Blantyre akan mengirim tim pemeriksa atau pengawas ke seluruh titik lokasi penjualan makanan jadi. Tim ini memiliki wewenang untuk menyita makanan jadi itu dari para penjual yang menolak mematuhi larangan tersebut.

Kota ini merupakan salah satu distrik yang paling terdampak wabah kolera. Blantyre mencatat 67 kematian dan 1.197 kasus kolera, termasuk 67 kasus baru yang dilaporkan pada Kamis lalu.

Lonjakan kasus kolera ini memaksa pihak berwenang di Blantyre untuk menutup klinik kesehatan publik di kotapraja Machinjiri dan menjadikannya sebagai kamp penanganan kolera.

“Kami memiliki begitu banyak kasus kolera. Jadi kamp kolera ini kewalahan dengan apa yang terjadi. Mengingat kami memiliki begitu banyak pasien, untuk mencegah perebakan kolera lebih jauh kami mengatakan ‘mari kita hentikan layanan lain sehingga kitab isa fokus pada kasus kolera saja," kata Wakil Direktur Layanan Kesehatan dan Sosial di Blantyre, Samudeni Seunda.

Seorang petugas kesehatan mengedukasi masyarakat tentang cara mencampur klorin dengan air sebagai langkah pencegahan penyebaran kolera, di Blantyre, Malawi. (Lameck Masina/VOA)

Satuan Tugas Kepresidenan Untuk Mengatasi Kolera mengatakan sedang mempertimbangkan langkah-langkah lain untuk memerangi wabah kolera. Perwakilan WHO di Malawi, Dr. Neema Kimambo, mengatakan WHO telah menyumbang berbagai pasokan medis ke Malawi. Namun, ia menambahkan, Malawi membutuhkan bantuan yang lebih besar untuk mengatasi wabah itu.

“Sumbangan yang diberikan WHO kali ini merupakan bagian dari kebutuhan warga Malawi. Namun ketika kita melihat perhitungan di Rencana Penanggulangan Kolera, maka ada kebutuhan pasokan lebih dari tiga juta dolar," ujarnya.

Malawi saat ini sedang memberikan vaksin kolera di distrik-distrik hot spot. Otoritas Kesehatan mengatakan sekitar 70% orang yang ditargetkan telah menerima dosis itu.” [em/ah]