Deputi II Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho mengatakan selama empat tahun berjalan, pemerintah punya cara tersendiri untuk memberantas dan melawan korupsi. Salah satunya dengan menggunakan kemajuan teknologi dan informasi. Menurutnya, melawan korupsi di zaman canggih, harus dilakukan dengan cara canggih juga.
Dalam acara “Diskusi Publik Empat Tahun Melawan Korupsi,” di Kantor Staf Presiden, di Jakarta, Senin (7/1) , ia menjelaskan pemerintah telah mengeluarkan tiga produk hukum untuk mempercepat pemberantasan korupsi, yaitu Inpres 7/2015, Inpres 10/2016 dan Perpres 54/2018. Dicontohkannya dalam Inpres 7/2015 ada 96 aksi anti korupsi, dimana 31 diantaranya mendorong pemanfaatan teknologi informasi mulai dari layanan paspor online untuk memberantas pungli paspor, pengadaan barang dan jasa secara online (e-procurement), hingga modernisasi teknologi informasi untuk mendorong PNBP.
"Saya kira dengan penerapan IT terutama kita tahu untuk 2015-2017 tadi, 30 persen aksi penanggulangan korupsi itu menggunakan IT itu sekarang dan hasilnya kelihatan jelas bagaimana layanan publik makin cepat makin mudah tidak ribet , bebas pungli, itu memang Presiden Jokowi mendesak lebih jauh lagi stranas dari Perpres 54 tahun 2018, ke depan ini 80 persen aksi untuk melawan korupsi itu berbasis IT, satu perizinan, dua penerimaan negara dan yang ketiga reformasi birokrasi dan penegakan hukum, jadi mulai dari OSS dari satu peta perzininan penganggaran, dari semua, dan saya kira dengan cara itu ,yang mau disampaikan adalah publik itu makin mudah mendapatkan layanan, makin murah,makin tidak ribet, tidak bertele-tele dan bebas pungli," ujar Yanuar.
Survei LSI Tunjukkan Penurunan Trend Korupsi
Ditambahkannya, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Oktober 2018 lalu, trend korupsi dari tahun ke tahun semakin menurun. Selain itu, penerapan IT dalam memberantas dan melawan korupsi tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat, tetapi juga untuk pemerintah. Kinerja pemerintah dalam kurun waktu empat tahun belakangan ini menjadi lebih bersih, akurat dan akuntable.
Meski begitu ia mengakui bahwa masih ada pungli bahkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK berhasil menangkap para pejabat yang korupsi.
BACA JUGA: Survei: Tren Persepsi Publik soal Korupsi Turun dalam Dua Tahun"Menurut saya begini, justru menggunakan teknologi, jejak digitalnya kelihatan kan, bahwa banyak orang tertangkap karena OTT, itu bukan menunjukkan jumlah korupsinya naik, tetapi justru mereka yang selama ini bisa bersembunyi, sekarang ketangkap, karena sekarang non cash, orang gak lagi membawa koper berisi uang, sekarang begitu anda transfer itu dilacak, PPATK nge cek, jadi logika yang mengatakan bahwa makin banyak OTT, makin banyak korupsi, itu udah ngawur, ngayal, logikanya gak jelas. Lihat dari hasil survey tadi, di semua sektor pemerintah korupsinya menurun," tambah Yanuar.
Informasi Teknologi Dorong Pelacakan Korupsi Lebih Cepat
Dalam kesempatan yang sama, pakar manajemen Rhenald Kasali mengatakan dengan penerapan IT tersebut, semakin banyak orang yang susah untuk melakukan korupsi karena semuanya dipantau dan mudah dilacak. Semua pihak saat ini selalu mengandalkan teknologi dan sistem online dalam hal apapun sehingga orang akan berpikir dua kali untuk melakukan korupsi. Menurutnya ini kemajuan yang sangat baik sekali di Indonesia, agar pembangunan di negeri ini bisa lebih maju lagi dari sebelumnya.
"Susah mencari uang yang haram, makin susah, sekarang semua pindah ke dunia cyber, jadi pengalaman kami sebagai pansel, hampir semuanya selalu ada laporan PPATK, jadi masih juga ada orang yang beli mobil tunai, mereka pikir tunai tidak terlacak, tapi terlacak juga karena PPATK mengatakan kalau beli tunai emas, beli mobil, apa saja tunai dalam jumlah besar, itu harus dilaporkan jadi kami selalu dapat laporannya, jadi sangat mudah sekarang. Jadi sekarang, terdengar saat ini banyak sekali orang yang mau main-main semakin susah, itu benar sekali, kalau selama ini mereka turut mewarnai dan mungkin itu yang disebut sebagai pelumas ya, tapi apakah kita mau negara kita ini pelumas haram?," tukas Rhenald.
Rhenald menegaskan pemerintah masih perlu melakukan beberapa hal agar kondisi ini terus bertahan, bahkan lebih baik lagi kedepannya, yaitu terus menerus melakukan perbaikan dari sisi IT yang mengikuti perkembangan zaman, dan juga harus adanya kenaikan gaji dari aparatur sipl negara (ASN) .
Menurutnya kenaikan gaji ini akan memperkecil kemungkinan seorang ASN untuk melakukan korupsi,karena kebutuhan hidupnya sudah tercukupi. Selain itu, kata Rhenald dari segi budaya harus terus diperbaiki, bahwa korupsi itu adalah perbuatan yang melanggar hukum. [gi/em]