Kota Seattle di negara bagian Washington di pantai barat Amerika, selain dijuluki sebagai "kota hujan” karena seringnya turun hujan, juga dijuluki sebagai "kota jam".
Kalau Anda pernah ke Seattle, di Negara bagian Washington, atau hanya mendengar nama itu, Anda mungkin menduga bahwa nama kecil itu seperti “The Space Needle City” atau kota jarum antariksa. Menara setinggi 184 meter yang dilengkapi dengan ruang untuk melihat pemandangan dan rumah makan itu, dibangun dalam rangka pameran dunia yang diselenggarakan di kota itu tahun 1962. Sejak itu, menara ini menjadi simbol terkenal kota Seattle.
Seattle juga terkenal dengan julukan “kota hujan”. Julukan itu dibesar-besarkan, mengingat banyak kota lain di Amerika juga punya curah hujan lebih banyak. Tetapi di kota lain, sering turun hujan lebat, dan langsung terang. Hujan di Seattle lama, sering gerimis akibat hempasan dari Samudra Pasifik, kadang-kadang langit mendung selama berhari-hari sebelum dan sesudah hujan.
Seattle juga terkenal dengan hidangan lautnya, terutama ikan salem yang ditangkap dari laut atau sungai-sungai berarus deras. Tetapi, nama julukan kota itu, tidak berasal dari ciri-ciri di atas tadi, dan kalau kita mendengarnya, kita menginginkan penjelasan.
Seattle adalah “Kota Jam.” Bukan jam alarm atau jam menara yang besar, tapi jam-jam di jalan. Jam-jam itu kadang disebut “Post Clocks.” Sedikitnya masih terdapat selusin jam, yang dulunya pernah mencapai 55 buah atau lebih, dengan berat dua ton yang terletak di tumpuan logam atau kolom-kolom di jalan penting di pusat kota.
Sebagian besar jam-jam kota itu merupakan iklan bagi toko-toko arloji yang merawatnya. Kebanyakan jam itu berwarna hijau tua, sampai-sampai ada sebutan warna “hijau jam jalanan.” Warna lainnya adalah merah, harapannya agar mudah terlihat pengendara truk dan tidak tertabrak.
Di antara jam-jam yang masih ada itu, jam toko arloji Benton mempunyai empat lampu bola dunia, dan jam toko Ben Bridge ditaruh di dalam kaca, sehingga dapat dilihat semua orang. Jam di depan toko perhiasan Thomas Carroll terletak di bawah empat lampu kereta tua.
Khawatir dengan semakin banyaknya pejalan kaki di trotoar, Badan Pekerjaan Umum kota Seattle hampir saja menyingkirkan jam-jam di jalan-jalan di kota itu pada tahun1953, tetapi sebuah kompromi tercapai. Jam-jam itu tidak jadi disingkirkan, jika pemilik berjanji untuk memelihara jam-jam itu agar tetap berfungsi dan tepat waktu, serta membersihkannya dua kali dalam setahun. Kompromi itu secara drastis mengurangi jumlah jam di kota itu, tapi Seattle masih punya lebih banyak jam daripada yang dimiliki seluruh kota New York.
Kapanpun ada berita tentang jam-jam jalan yang kuno, surat kabar Seattle tampaknya tidak tidak tahan untuk bermain dengan kata-kata “Time Will Tell” atau “Waktu yang Berbicara”, sebagai kepala beritanya, atau, kalau salah satu dari jam-jam kota itu berhasil diperbaiki, dipakai judul, “Sudah waktunya”.
Seorang pakar sejarah Seattle berkilah bahwa jam umum tua itu punya kisah menarik untuk diceritakan, “if only they could tock” – mengacu pada bunyi jam tik, tok, tik tok...///
Seattle juga terkenal dengan julukan “kota hujan”. Julukan itu dibesar-besarkan, mengingat banyak kota lain di Amerika juga punya curah hujan lebih banyak. Tetapi di kota lain, sering turun hujan lebat, dan langsung terang. Hujan di Seattle lama, sering gerimis akibat hempasan dari Samudra Pasifik, kadang-kadang langit mendung selama berhari-hari sebelum dan sesudah hujan.
Seattle juga terkenal dengan hidangan lautnya, terutama ikan salem yang ditangkap dari laut atau sungai-sungai berarus deras. Tetapi, nama julukan kota itu, tidak berasal dari ciri-ciri di atas tadi, dan kalau kita mendengarnya, kita menginginkan penjelasan.
Seattle adalah “Kota Jam.” Bukan jam alarm atau jam menara yang besar, tapi jam-jam di jalan. Jam-jam itu kadang disebut “Post Clocks.” Sedikitnya masih terdapat selusin jam, yang dulunya pernah mencapai 55 buah atau lebih, dengan berat dua ton yang terletak di tumpuan logam atau kolom-kolom di jalan penting di pusat kota.
Sebagian besar jam-jam kota itu merupakan iklan bagi toko-toko arloji yang merawatnya. Kebanyakan jam itu berwarna hijau tua, sampai-sampai ada sebutan warna “hijau jam jalanan.” Warna lainnya adalah merah, harapannya agar mudah terlihat pengendara truk dan tidak tertabrak.
Di antara jam-jam yang masih ada itu, jam toko arloji Benton mempunyai empat lampu bola dunia, dan jam toko Ben Bridge ditaruh di dalam kaca, sehingga dapat dilihat semua orang. Jam di depan toko perhiasan Thomas Carroll terletak di bawah empat lampu kereta tua.
Khawatir dengan semakin banyaknya pejalan kaki di trotoar, Badan Pekerjaan Umum kota Seattle hampir saja menyingkirkan jam-jam di jalan-jalan di kota itu pada tahun1953, tetapi sebuah kompromi tercapai. Jam-jam itu tidak jadi disingkirkan, jika pemilik berjanji untuk memelihara jam-jam itu agar tetap berfungsi dan tepat waktu, serta membersihkannya dua kali dalam setahun. Kompromi itu secara drastis mengurangi jumlah jam di kota itu, tapi Seattle masih punya lebih banyak jam daripada yang dimiliki seluruh kota New York.
Kapanpun ada berita tentang jam-jam jalan yang kuno, surat kabar Seattle tampaknya tidak tidak tahan untuk bermain dengan kata-kata “Time Will Tell” atau “Waktu yang Berbicara”, sebagai kepala beritanya, atau, kalau salah satu dari jam-jam kota itu berhasil diperbaiki, dipakai judul, “Sudah waktunya”.
Seorang pakar sejarah Seattle berkilah bahwa jam umum tua itu punya kisah menarik untuk diceritakan, “if only they could tock” – mengacu pada bunyi jam tik, tok, tik tok...///