Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara virtual di Jakarta, Selasa (21/4), Direktur PT Bio Farma Holding Honesti Basyir menjelaskan pihaknya akan memproduksi seratus ribu alat tes PCR (polymerase chain reaction atau reaksi berantai polimerase) untuk menangani wabah virus corona.
Ditambahkannya seratus ribu alat tes PCR itu dapat dibuat dalam dua pekan dan selama ini Indonesia mengimpor alat tes PCR. Fasilitas produksi alat tes PCR sudah siap pada 20 April.
"Kami bekerjasama dengan BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi) dan satu startup. Kita membutuhkan waktu dua minggu untuk memproduksi sekitar seratus ribu kits (alat tes PCR), sehingga nanti bisa dilakukan tes sekitar seratus ribu tes di masyarakat Indonesia. Dengan demikian ini bisa menjadi salat cara kita menangani Covid-19 dengan lebih cepat karena kita bisa melakukan tes yang sifatnya massal.
BACA JUGA: Pemerintah Berusaha Tingkatkan Pemeriksaan Metode PCRHonesti mengatakan sampai Rabu (1/4) belum ada satu pun vaksin untuk menangani Covid-19. Meski begitu, dia mengungkapkan Bio Farma hingga April 2020 memiliki stok Vaksin Flubio sebanyak 195.241 vial dan sudah terdistribusi selama wabah Covid-19 170 ribu vial. Vaksin Flubio ini berfungsi untuk mencegah penularan flu.
Menurutnya dalam upaya menemukan vaksin Covid-19, Bio Farma melakukan kolaborasi di dalam negeri dan internasional. Di dalam negeri, telah dibentuk konsorsium vaksin Covid-19 yang dipimpin lembaga penelitian Eijkman. Untuk mempercepat penemuan vaksin Covid-19, digunakan metode bio farmatik.
Targetnya adalah akhir tahun ini sudah ada benih vaksin dan di awal 2021 Bio Farma sudah mulai mengembangkan vaksin Covid-19. Diharapkan uji klinis tahap pertama terhadap vaksin Covid-19 bisa dilakukan pada kuartal pertama 2022.
Di tingkat internasional, Bio Farma bekerjasama dengan CEPI agar Indonesia dijadikan sebagai salah satu alat uji klinis Vaksin Covid-19 yang sudah ditemukan oleh CEPI. Kerjasama juga dilakukan dengan China yang sudah pada tahap kedua uji klinis vaksin Covid-19.
Selain itu, menurut Honesti, Bio Farma akan melakukan proyek percontohan transfusi plasma darah dari pasien Covid-19 yang sudah sembuh kepada orang yang masih terjangkit Covid-19. Proyek percontohan ini sedang dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan darat gatot Subroto Jakarta. Kalau berhasil, metode transfusi plasma darah ini akan dilakukan di semua rumah sakit yang menangani pasien Covid-19.
BACA JUGA: Pasien Sembuh dari Corona Terus Bertambah, Terbanyak di JakartaKimia Farma Perluas Edukasi tentang Covid-19
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Kimia Farma Verdi Budidarmo mengatakan pihaknya sejak 10 Januari 2020 sudah melakukan edukasi ke masyarakat mengenai wabah virus corona dengan memasang spanduk di 1.289 apotek, 565 klinik kesehatan, dan 70 laboratoirum klinik milik Kimia Farma.
Program edukasi oleh PT Kimia Farma ini dilakukan dua bulan setelah wabah Covid-19 meletup di Kota Wuhan, China.
Dia menambahkan PT Kimia Farma sudah memproduksi dan mendistribusikan 13 juta tablet Chloroquine ke lebih dari 600 rumah sakit milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, rumah sakit kepunyaan swasta, dan institusi kesehatan yang menjadi rujukan untuk mendukung upaya pengobatan pasien Covid-19.
Selain itu, lanjut Verdi, PT Kimia Farma juga telah menjual lebih dari 17 juta masker medis dan non-medis melalui 1.289 Apotek Kimia Farma sejak Februari lalu.
"Sejak Februari hingga 18 April, Kimia Farma telah mendistribusikan masker medis lebih dari 16 juta buah ke masyarakat serta masker non-medis lebih dari satu juta buah. Untuk di ritel, kami membatasi pembelian terhadap masker ini satu orang hanya dua buah," kata Verdi.
Verdi mengakui PT Kimia Farma belum memiliki fasilitas produksi masker sendiri sehingga menjalin kerjasama dengan seluruh produsen masker di Indonesia, baik masker medis maupun masker non-medis. Kimia Farma juga bekerjasama dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk dapat memprodusi masker non-medis.
DPR Soroti Sulitnya Mendapatkan Vitamin & APD
Herman Khaeron, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demokrat, mengungkapkan banyak terjadi kekurangan vitamin C, masker, dan alat pelindung diri di pasaran. Dia juga menyoroti kesulitan mencari alat pelindung diri seperti masker bahkan juga dirasakan oleh rumah-rumah sakit.
"Kita berserah diri saja sekarang. Cari vitamin susah, cari alat pelindung diri juga sulit, masker juga sekarang hanya masker apa yang kita bisa pakai, yang sebetulnya tidak melindungi diri dari unsur virus," tutur Herman.
Your browser doesn’t support HTML5
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Elly Rachmat Yasin mengatakan industri farmasi nasional masih mengimpor 95 persen bahan baku untuk membuat obat. Rinciannya adalah 60-70 persen bahan baku obat diimpor dari China dan 30-40 persen diimpor dari India.
Karena itu, dia meminta industri farmasi nasional lebih mengutamakan penggunaan bahan baku dari dalam negeri supaya tidak bergantung pada impor. [fw/em]