Badan Narkotika Nasional (BNN) memusnahkan narkoba jenis sabu sebanyak 74 kilogram dan pil ekstasi sebanyak 88.273 butir. Barang bukti tersebut merupakan hasil perolehan tiga pengungkapan kasus jaringan narkoba. Pengungkapan kasus ini di antaranya adalah hasil pengembangan dari jaringan narkoba Malaysia-Indonesia.
Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari di kantor BNN Jakarta Rabu (31/8) menjelaskan, sejak Juli hingga Agustus petugas melakukan tiga penangkapan besar narkotika jenis sabu dan pil ekstasi. Pada 4 Agustus lalu petugas BNN menangkap tersangka berinisial ER alias E (23), IE alias I (26) serta SR (39) yang merupakan bagian dari jaringan Malaysia di Indonesia.
Barang bukti yang berhasil disita lanjut Arman yaitu 73.293 gram sabu-sabu dan ekstasi 88.427 butir yang didapat dari bandar yang berinisial SM di Malaysia. Sabu-sabu dan ekstasi itu dikemas dalam empat ban kendaraan untuk mengelabui petugas yang rencananya akan diedarkan para pelaku di Jakarta, Surabaya dan Makassar.
"Jaringannya berkembang, modusnya pun berkembang. Tetapi modus ini kalau kita lihat biasanya bolak-balik. Artinya bolak balik dulu juga pernah digunakan, kemudian ketangkap lalu ditinggalkan, kemudian mereka ganti modus baru. Kemudian yang ini ketangkap lagi, mereka balik lagi ke modus yang lama. Seperti ban ini juga modus lama. Lalu kemudian di barang-barang berupa makanan," kata Arman.
Kasus berikutnya lanjut Arman, diungkap oleh petugas BNN pada 3 Agustus dengan melakukan penyitaan barang bukti narkotika jenis sabu sebanyak 513,60 gram, dari dua pelaku yang berinisial L (49) dan H (48). Modus yang digunakan pelaku yaitu dengan memasukkan narkotika itu ke dalam sebuah kotak makanan, yang di dalamnya ada plastik yang dibungkus lagi oleh koran. Mereka ditangkap di Stasiun Gambir Jakarta saat sedang melakukan transaksi.
Kasus berikutnya pada 30 Juli 2016 di Kampar Riau. Seorang wanita berinisial R (42) kedapatan membawa narkotika jenis sabu sebanyak 455 gram menggunakan tas jinjing. Sabu tersebut dibungkus menggunakan kemasan teh dalam plastik hitam.
Arman Depari menjelaskan, BNN saat ini mengantisipasi masuknya bandar narkoba asal Filipina atau kaki tangannya ke Indonesia, terkait dengan tindakan keras berupa pembunuhan di tempat bagi para bandar narkoba yang menjadi kebijakan baru pemerintah Filipina. Arman meyakini para bandar asal Filipina itu akan mencari daerah atau negara yang dianggap masih aman untuk melakukan operasi perdagangan narkoba.
"Itu yang kita antisipasi sekarang. Itu yang kita antisipasi. Karena, biasanya penindakan terhadap bandar-bandar atau sindikat ini biasanya seperti balon yang diisi air kemudin dipencet. Kalau dia dipencet di bawah dia melembung ke atas. Atau dipencet diatas dia melembung di bawah. Karena mereka pasti berusaha untuk survive," kata Arman Depari.
Selain itu, lanjut Arman, BNN juga berusaha keras mengantisipasi masuknya narkotika jenis sabu yang banyak berasal dari China.
"Dari China biasanya transit melalui Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja dan Taiwan. Masuk ke Indonesia ada yang lewat pesawat udara dan kapal-kapal kecil. Termasuk diselundupkan lewat barang-barang illegal," lanjutnya.
Sementara itu untuk narkotika jenis heroin banyak masuk dari negara-negara yang dikenal dengan segitiga emas. "Heroin banyak dari negara-negara segitiga emas. Yaitu Thailand, Laos dan Myanmar," jelasnya.
Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menegaskan, tidak akan mengampuni pengedar narkoba yang dijatuhi hukuman mati. Menurut Presiden setiap hari ada 50 orang generasi muda yang meninggal akibat narkoba. Tahun lalu ada 18 ribu orang direhabilitasi karena narkoba.
"Tidak ada pengampunan untuk pengedar narkoba. Tidak ada! Presiden tidak akan memberikan pengampunan untuk pengedar narkoba. Bagaimana mau memberikan pengampunan. Lima puluh orang generasi muda kita meninggal setiap hari, 18 ribu orang meninggal setiap tahun. Ada yang 4,5 juta orang harus direhabiltasi karena narkoba. Ndak ada ampunan-ampunan seperti itu," kata Presiden Jokowi.
Pemerintah Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah melakukan tiga gelombang pelaksanaan hukuman mati terhadap sejumlah terpidana narkotika.
Your browser doesn’t support HTML5
Pada tahun 2015, Pemerintah Indonesia mengeksekusi 14 terpidana mati kasus narkoba. Enam di antaranya dieksekusi pada tahap pertama, tanggal 18 Januari 2015 di Nusakambangan dan Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob) Boyolali Jawa Tengah.
Eksekusi mati tahap kedua dilakukan pada 29 April 2015 terhadap delapan orang terpidana mati kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dan terakhir pada 29 Juli 2016 dilakukan eksekusi hukuman mati terhadap empat terpidana narkoba, di iantaranya terhadap Freddy Budiman, terpidana narkoba kasus impor 1,4 juta butir pil ekstasi. [al/lt]