Perekonomian Indonesia pada kuartal III 2023 masih tumbuh di tengah ketidakpastian global dan meluasnya dampak El Nino. Kendati, besaran pertumbuhan ekonomi pada kuartal III sebesar 4,94 persen lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya, sejak kuartal IV 2023 yang terus di atas 5 persen.
Pelaksana tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong aktivitas domestik yang terjaga. Antara lain peningkatan mobilitas dan sektor pariwisata.
"Jumlah penumpang di seluruh moda transportasi mengalami peningkatan pada triwulan III 2023. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara juga tumbuh sebesar 64,87 persen," jelas Amalia dalam konferensi pers daring, Senin (6/11).
BACA JUGA: Jokowi: Indonesia Resmi Jadi Anggota FATFAmalia menambahkan jumlah wisatawan mancanegara terus mengalami peningkatan dan mendekati level sebelum pandemi COVID-19. Peningkatan wisatawan juga terjadi pada wisatawan domestik yang tumbuh sebesar 13,35 persen. Aktivitas ini juga didorong oleh penyelenggaraan kegiatan nasional dan internasional selama kuartal III 2023 seperti KTT ASEAN.
Selain itu, kata Amalia, daya beli masyarakat masih terbilang stabil dan inflasi tercatat masih terkendali yakni 2,28 pada September 2023 secara tahunan.
"Produksi semen juga tumbuh, penjualan listrik tumbuh, dan produksi batu bara tumbuh," tambahnya.
Data BPS menyebutkan struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada kuartal III 2023 masih didominasi oleh wilayah di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 57,12 persen. Lainnya yaitu Pulau Sumatera 22,16 persen dan Pulau Kalimantan 8,08 persen.
Sementara dari sisi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di wilayah Pulau Sulawesi (6,44 persen), Maluku dan Papua (9,25 persen). Sulawesi bersumber dari industri pengolahan, pertambangan, dan penggalian, serta perdagangan. Adapun Maluku dan Papua bersumber dari pertambangan, penggalian, pengolahan, dan perdagangan.
Pengamat: Pertumbuhan Ekonomi Turun akibat Dampak Global
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan penurunan pertumbuhan ekonomi yang menjadi di bawah 5 persen karena dampak ketidakpastian global. Salah satunya yaitu kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed yang berpengaruh terhadap kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Kondisi tersebut berakibat pada penurunan pinjaman dan masyarakat Indonesia yang kemudian berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, ketidakpastian global juga berdampak kepada sejumlah mitra dagang utama Indonesia. Antara lain Amerika Serikat, China, Jepang, dan Korea Selatan. Akibatnya permintaan dari negara-negara tersebut berkurang dan mengurangi ekspor Indonesia.
"Ini tercermin dari ekspor maupun impor yang menurun. Kalau kita lihat data BPS itu pertumbuhan ekspor impor turun sekitar 11-12 persen secara tahunan," ujar Tauhid Ahmad kepada VOA, Senin malam.
BACA JUGA: BI akan Stabilkan Nilai Tukar Rupiah untuk Redam Tekanan HargaTauhid juga menyoroti belanja pemerintah yang belum maksimal pada kuartal III 2023 sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Utamanya belanja modal pemerintah yang bisa memiliki Multiplier effect (efek berganda) masih kurang. Karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk menggenjot belanja modal untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
Tauhid juga meminta pemerintah untuk menjaga mitra dagang yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam. Di samping berupaya memasarkan produk yang beragam di mitra dagang utama seperti Amerika, China, Jepang, dan Korea Selatan yang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi.
"Membuat diversifikasi produk yang dasar. Rata-rata ketika negara mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. Biasanya permintaan yang tinggi itu masih makanan minuman ketimbang bukan kebutuhan utama," tambahnya. [sm/em]