Dengan kedatangan pengungsi Rohingya dari Myanmar yang masih membanjir, mereka yang telah memadati kamp-kamp dan permukiman darurat di Bangladesh menjadi semakin putus asa karena tak mencukupinya kebutuhan dasar dan menipisnya persediaan.
Perkelahian terjadi karena berebut makanan dan air. Anak-anak dan perempuan mengetuk jendela mobil atau menarik-narik baju wartawan sambil mengusap-usap perut dan mengemis meminta makanan.
PBB, Sabtu (9/9) menyatakan diperkirakan 290 ribu Muslim Rohingya telah tiba di distrik perbatasan, Cox’s Bazar dalam dua minggu terakhir saja. Mereka bergabung dengan sedikitnya 100 ribu orang yang telah berada di sana setelah melarikan diri karena kerusuhan atau persekusi di Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha. Jumlah itu diperkirakan akan terus membengkak, karena ribuan orang menyeberangi perbatasan dengan berjalan kaki setiap hari.
Juru bicara Badan Pengungsi PBB, UNHCR Vivian Tan mengatakan, semakin banyak orang yang datang. "Karena kamp-kamp sudah melebihi kapasitasnya, para pendatang baru spontan mendirikan permukiman darurat di pinggir jalan atau di lahan yang tersedia. UNHCR berusaha memberi bantuan sedapat mungkin di dalam kamp-kamp, namun mengalami kesulitan besar karena setiap hari ada saja orang yang datang tanpa tujuan," jelas Tan.
Banyak di antara yang baru tiba itu semula terkejut dan trauma setelah melarikan diri dari kekerasan yang merebak pada 25 Agustus lalu di negara bagian Rakhine, Myanmar. Mereka kini semakin putus asa dalam mencari pos-pos pembagian makanan yang baru muncul dalam beberapa hari ini, membagikan paket-paket biscuit dan beras 25 kilogram.
Seorang pekerja bantuan yang minta tidak disebut namanya mengatakan “persediaan menipis” karena kebutuhan pengungsi jauh lebih banyak daripada yang mereka bayangkan sebelumnya. “Mustahil untuk memenuhinya,” ujar petugas tersebut. [uh]