Sebuah ruangan berisi deretan puluhan komputer tampak di salah satu kompleks Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo, Selasa siang (31/5).
Berbeda dengan hampir 21 ribu peserta ujian tulis masuk perguruan tinggi negeri lainnya yang masih mengandalkan lembaran kertas soal dan lembar jawaban, puluhan peserta di ruangan tersebut mengerjakan deretan soal melalui komputer.
Salah satu peserta ujian berbasis komputer (Computer-Based Test/CBT), Riana Caturwati, mengaku sudah terbiasa dengan sistem ujian daring ini karena Ujian Nasional SMA/SMK sebelumnya juga menggunakan sistem yang sama.
“Saya ikut yang sistem CBT, sudah terbiasa, Ujian Nasional kemarin juga pakai CBT. Latihan soal-soalnya juga pakai CBT. Ya semoga tidak bermasalah," ujarnya.
Peserta Ujian berbasis komputer ini menggunakan identitas dan nomor ujian untuk menampilkan lembaran soal dan lembaran jawaban di komputer. Akurasi data menjadi fokus penting dalam ujian berbasis komputer ini. Satu kesalahan memasukkan data, sistem komputer akan menolak. Begitu juga jaminan ketersediaan listrik selama ujian tidak akan padam.
Your browser doesn’t support HTML5
Rektor UNS Solo, Profesor Ravik Karsidi, selaku penanggung jawab Ujian Masuk Perguruan Tinggi di Solo, mengatakan ujian berbasis komputer baru diterapkan pertama kali tahun ini.
Mantan Ketua Forum Rektor Indonesia ini berharap ujian berbasis komputer ini akan dikembangkan pada tahun depan karena tingkat akurasi datanya lebih tinggi.
“Dari 300-an komputer yang tersedia di kampus ini, yang digunakan untuk CBT hanya 60 saja. Ujian dengan CBT ini baru pertama kali diselenggarakan di Indonesia dalam jalur penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri. Kalau ini tidak ada kendala bisa dikembangkan lagi. UNS hanya salah satu dari sekian banyak kampus yang menggunakan CBT dalam SBMPTN," ujarnya.
Sebelumnya, penggunaan sistem komputer dan daring dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sempat memicu masalah di berbagai sekolah.
Kekacauan data mengakibatkan 380 murid SMA 3 Semarang gagal mengikuiti SNMPTN karena kesalahan sekolah memasukkan data sekolah dan siswa ke dalam data panitia SNMPTN.
Murid berprestasi peraih medali emas Olimpiade Sains Nasional, siswa kreatif pencipta rompi anti peluru dari sekolah favorit pertama di Jawa tengah tersebut juga gagal ikut SNMPTN.
Sebagaimana diketahui, penerimaan jalur masuk perguruan tinggi negeri dilakukan lewat berbagai cara. Cara pertama melalui SNMPTN, proses penyaringan melalui pola seleksi nasional berdasarkan hasil penelusuran prestasi akademik dengan menggunakan nilai rapor data prestasi siswa dan sekolah yang dilakukan secara daring. Kuota hanya 123 ribu mahasiswa.
Jika gagal di SNMPTN, langkah berikutnya melalui Ujian Tulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan kuota 100 ribu kursi mahasiswa. Kalau gagal lagi, bisa ikut Ujian Mandiri yang digelar masing-masing perguruan tinggi negeri di berbagai daerah di Indonesia dengan kuota mencapai 50 ribu mahasiswa. [ys/ab]