Bank Sentral China mendevaluasi mata uangnya hampir 2 persen hari Selasa (11/8), yang akan membuat barang ekspor negara itu lebih murah dan lebih bersaing. Devaluasi itu juga akan membuat barang-barang yang diimpor ke China menjadi lebih mahal bagi konsumen China.
Perubahan itu menyusul merosotnya ekspor dan kekacauan pasar saham di negara dengan ekonomi terbesar ke-2 di dunia itu. Pengamat ekonomi, Gus Faucher dari PNC Bank mengatakan, kebijakan dalam pertukaran nilai mata uang itu tampaknya bakal “mendukung pertumbuhan di China”.
Mata uang China secara ketat dikontrol oleh pemerintah dan diijinkan untuk naik atau turun 2 persen pada titik sentral yang dipatok tiap hari oleh Bank Rakyat China atau PBOC. Bank PBOC mengatakan, perubahan itu membuat pasang-surut nilai mata uang China ditentukan oleh kekuatan pasar.
Devaluasi itu tampaknya mengkhawarirkan sebagian investor mengenai pertumbuhan ekonomi di sana. Pada hari Selasa terlihat, indeks saham utama turun di seluruh dunia. Harga minyak mentah juga jatuh dan memicu spekulasi bahwa permintaan China untuk energi akan melamban.
Langkah hari Selasa diambil setelah pengumuman bahwa ekspor China pada bulan Juli turun 8 persen lebih dari waktu yang sama tahun lalu.