China, Selasa (3/1) memperingatkan bahwa pihaknya akan mengambil "tindakan balasan berdasarkan prinsip timbal balik" terhadap negara-negara yang mengambil tindakan yang dianggap China "kurang berbasis ilmiah" yang menarget pelancong dari China.
“Pembatasan masuk yang diberlakukan oleh beberapa negara yang menarget China tidak memiliki dasar ilmiah dan beberapa praktik berlebihan bahkan lebih tidak bisa diterima. Kami dengan tegas menentang upaya untuk memanipulasi tindakan COVID-19 untuk tujuan politik dan akan mengambil tindakan balasan berdasarkan prinsip timbal balik,” jelas Mao Ning, juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
Pernyataan itu disampaikan setelah Australia dan Kanada bergabung dengan negara-negara yang terus bertambah dan mewajibkan pelancong dari China untuk melakukan tes COVID-19 sebelum menaiki penerbangan mereka. Ini terjadi saat China memerangi wabah virus corona secara nasional, setelah secara tiba-tiba melonggarkan pembatasan yang diberlakukan selama pandemi berlangsung.
Negara-negara lain termasuk AS, Inggris, India, Jepang, dan beberapa negara Eropa juga memberlakukan tindakan lebih keras terhadap pelancong China di tengah kekhawatiran atas kurangnya data tentang infeksi di China dan kekhawatiran kemungkinan menyebarnya varian baru.
Meski melakukan pembatasan, Uni Eropa, Selasa juga mengatakan pihaknya telah menawarkan bantuan kepada China untuk menangani krisis COVID-19, termasuk sumbangan vaksin. Tawaran ini disampaikan saat Uni Eropa berusaha untuk mengoordinasikan bagaimana pihak berwenang memeriksa varian baru yang mungkin dibawa penumpang yang masuk dari China setelah beberapa negara anggota mengumumkan upayanya sendiri selama seminggu terakhir.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam konferensi pers di Brussel, juru bicara Komisi Eropa Tim McPhie mengatakan selama beberapa hari terakhir blok tersebut telah menghubungi Beijing untuk menawarkan bantuan, termasuk tenaga ahli, informasi medis, dan donasi vaksin.
“Yang bisa saya sampaikan adalah, mengingat situasi COVID di China Komisaris Kyriakides telah menghubungi rekan-rekannya di China untuk menawarkan solidaritas dan dukungan Uni Eropa dan ini termasuk pakar kesehatan masyarakat serta sumbangan vaksin Uni Eropa,” jelas Tim McPhie.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa UE bersikeras bahwa situasi di China tidak menimbulkan ancaman langsung terhadap kesehatan secara keseluruhan. "Varian yang beredar di China adalah yang sudah beredar di UE dan dengan demikian, tidak menjadi tantangan baru untuk respons kekebalan warga UE," kata McPhie pada konferensi pers.
Namun khawatir dianggap tidak mengikuti perkembangan seperti saat awal pandemi global pada awal tahun 2020, para ahli medis dari negara-negara anggota Uni Eropa telah mempersiapkan tindakan potensial yang akan diambil. Masalah ini akan dibahas oleh pertemuan Penanggulangan Krisis Politik Terpadu Uni Eropa pada hari Rabu (4/1), yang bisa memutuskan langkah-langkah persyaratan masuk Uni Eropa yang lebih luas.
Selama sepekan terakhir, negara-negara Uni Eropa bereaksi dalam rangkaian tindakan nasional yang kacau terhadap krisis di China, mengabaikan komitmen sebelumnya untuk bertindak secara terpadu.
China, yang hampir selama pandemi memberlakukan strategi "nol-COVID" telah memberlakukan pembatasan keras untuk membasmi virus, tiba-tiba melonggarkan langkah-langkah tersebut pada bulan Desember.
Pihak berwenang China sebelumnya mengatakan bahwa mulai 8 Januari, pelancong luar negeri tidak perlu lagi melakukan karantina saat tiba di China, membuka jalan bagi warga China untuk bepergian. [my/jm]