Dampak Ebola di Liberia terhadap Layanan Kesehatan

Anak-anak Liberia melewati pusat perawatan ebola di Monrovia, Liberia (foto: ilustrasi).

Menurut sebuah penelitian baru, lebih dari 100 ribu kasus malaria tidak diobati ketika sistem perawatan kesehatan di Liberia disibukkan oleh wabah Ebola pada tahun 2014-2015.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal PLOS Medicine itu menunjukkan bagaimana korban wabah Ebola di Afrika Barat saja mencapai 11 ribu orang. Layanan kesehatan dasar juga mendapat pukulan besar.

Ebola membunuh sekitar separuh dari orang-orang yang tertular. Virus itu menimbulkan gejala-gejala seperti flu, disusul muntah-muntah dan diare, yang dapat memicu pendarahan internal dan eksternal. Penyakit ini menular lewat kontak dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi.

Negara-negara di Afrika Barat kurang dilengkapi fasilitas untuk mengatasi wabah seperti ini. Banyak klinik kekurangan alat yang paling mendasar untuk menangani penyakit ini, termasuk sarung tangan karet dan masker wajah.

Peneliti utama di Universitas Washington Brad Wagenaar mengatakan “memang benar orang takut pergi ke klinik karena mereka mungkin akan tertular Ebola ketika berada di klinik.” Wagenaar dan rekan-rekannya mendapati bahwa ketika wabah itu merebak, selama empat bulan klinik itu menurunkan layanan dasar antara sepertiga hingga seperempatnya, yang menurutnya “merupakan penurunan yang sangat besar, dramatis.”

Para peneliti mempelajari data bulanan tentang kunjungan kesehatan di 379 klinik di luar ibukota Monrovia, dari tahun 2010 hingga 2016.

Mereka menemukan bahwa vaksinasi campak turun hingga 67%. Pengobatan anti-malaria turun hingga 61%. Tiga puluh lima persen lebih sedikit perempuan hamil yang datang memeriksakan kehamilan pertama mereka.

Dibutuhkan lebih dari 1,5 tahun untuk mengembalikan seluruh layanan kesehatan ke tingkat sebelum merebaknya wabah Ebola itu. [em/jm]