Sekelompok anggota Kongres AS menemui Dalai Lama di biaranya di India, hari Rabu (19/6).
Delegasi itu mengatakan, mereka tidak akan membiarkan China memengaruhi pilihan pemimpin spiritual Tibet yang diasingkan itu mengenai siapa yang akan menjadi penerusnya. Pernyataan itu kemungkinan besar akan memicu amarah Beijing.
Pernyataan tersebut disampaikan ketika Washington dan Beijing berusaha menstabilkan hubungan sulit kedua negara, sementara India mendorong China untuk mencapai perdamaian abadi di perbatasan Himalaya yang disengketakan, empat tahun setelah bentrokan berdarah di perbatasan itu.
“Apa yang diketahui Dalai Lama adalah bahwa tidak benar bahwa Tibet adalah bagian dari China. Dan masyarakat Tibet tahu bahwa itu tidak benar dan Amerika Serikat (juga) tahu bahwa itu tidak benar. Namun, saya masih berharap suatu hari nanti Dalai Lama dan rakyatnya akan kembali ke rumah mereka di Tibet dengan damai,” ungkap anggota DPR AS dari Partai Republik, Michael McCaul.
Dalai Lama, yang berusia 88 tahun, melarikan diri ke India pada tahun 1959 setelah pemberontakan yang gagal untuk melawan pemerintahan China di Tibet.
BACA JUGA: Kunjungan Anggota DPR AS ke Dalai Lama Picu Kecaman ChinaTopik mengenai sosok penerusnya telah menjadi isu yang pelik.
Tradisi Tibet menyatakan bahwa Dalai Lama bereinkarnasi setelah kematiannya, dan pemimpin spiritual saat ini telah mengatakan bahwa penggantinya dapat ditemukan di India.
Beijing mengatakan tradisi itu harus dilanjutkan, akan tetapi para pemimpin Komunis yang secara resmi ateis, mempunyai hak untuk menyetujui siapa yang menjadi penerusnya, sebagai warisan yang diturunkan dari para kaisar China.
Para pengamat mengatakan bahwa perselisihan itu menyoroti kekuatan dan pengaruh sosok tersebut, sehingga memicu Beijing untuk berusaha mengendalikannya.
Para anggota Kongres AS mengatakan bahwa Presiden Joe Biden akan segera menandatangani rancangan undang-undang yang bertujuan untuk menekan China untuk menyelesaikan perselisihan di Tibet.
RUU itu bertujuan mendorong China untuk mengadakan perundingan dengan para pemimpin Tibet dan memastikan sebuah kesepakatan mengenai Tibet.
Meskipun Washington mengakui Tibet sebagai bagian dari China, RUU itu tampaknya justru mempertanyakan posisi tersebut.
Penpa Tsering, pemimpin politik pemerintah Tibet di pengasingan, mengatakan bahwa persetujuan Kongres AS atas RUU tersebut merupakan sebuah “terobosan signifikan”. Ia yakin RUU itu akan memberi tekanan pada Beijing untuk bernegosiasi. [rd/ns]