Misi Menlu Rusia Sergei Lavrov dan Menhan Sergei Shoigu di Kairo selama 2 hari adalah untuk meningkatkan hubungan ekonomi, politik dan keamanan antara Rusia dan Mesir.
KAIRO, MESIR —
Sebuah delegasi tingkat tinggi Rusia tiba di Mesir (13/11) hari Rabu, kunjungan yang menunjukkan kemungkinan pergeseran dalam aliansi selagi ketegangan antara Mesir dan Amerika meningkat. Namun, beberapa analis yakin jika Mesir memperluas hubungan luar negerinya, itu bisa bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.
Misi Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu di Kairo adalah untuk meningkatkan hubungan ekonomi, politik dan keamanan.
Kunjungan itu dilakukan ketika hubungan Mesir dengan sekutu lamanya, Amerika, berada di persimpangan jalan dimana Amerika mengurangi bantuannya setelah militer Mesir menggulingkan Presiden Mohamed Morsi.
Prospek pergeseran kesetiaan Mesir telah menghidupkan kembali kenangan masa kejayaan hubungan Moskow - Kairo.
Aliansi yang terjadi dalam masa Perang Dingin itu memberi Mesir bantuan senjata dalam jumlah besar, perbaikan infrastruktur, dan pembangunan Bendungan Aswan, sebuah lonjakan besar bagi negara yang sebelumnya kekurangan energi.
Tapi pada tahun 1970-an, di tengah hutang besar dan dorongan perdamaian dari Amerika tentang hubungan Mesir dengan Israel, Mesir beralih sisi.
Hubungan baru dengan Rusia datang selagi banyak warga Mesir, dalam gelombang neo-nasionalisme, yang kecewa karena dianggap sebagai mitra yunior Amerika yang tidak jelas.
Mai Wahba, juru bicara kelompok aktivis Tamarod, mengatakan bukan hanya Rusia tetapi China dan negara lainnya, semua mungkin bisa menjadi sekutu. Ia mengatakan, "Kami tidak akan condong ke sebuah sisi atau sisi lain, tetapi pihak manapun yang menghormati kehendak bangsa Mesir akan kami hormati."
Tapi keretakan dengan Amerika itu bisa mungkin tidak serius. Amerika mempertahankan kerjasama dalam bidang-bidang utama seperti kontra-teroris, dan keamanan di semenanjung Sinai.
Selain itu, kata analis politik Hisham Kassem, tidak masuk akal akan ada perundingan transaksi senjata bernilai miliaran dolar dengan Rusia karena Mesir sudah memiliki senjata lebih dari cukup.
"Jika kesepakatan itu dicapai, tapi saya yakin tidak akan tercapai, itu artinya penimbunan senjata di gudang. Tidak ada gunanya bagi mereka," ujar Kassem.
Kassem juga meremehkan kemungkinan akan dibukanya pangkalan laut Rusia di Mesir, jika Rusia kehilangan satu-satunya pelabuhan di Laut Tengah di Suriah yang sedang dilanda perang. Bahkan Amerika, katanya, tidak mampu mendapatkan kesepakatan seperti itu.
Misi Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu di Kairo adalah untuk meningkatkan hubungan ekonomi, politik dan keamanan.
Kunjungan itu dilakukan ketika hubungan Mesir dengan sekutu lamanya, Amerika, berada di persimpangan jalan dimana Amerika mengurangi bantuannya setelah militer Mesir menggulingkan Presiden Mohamed Morsi.
Prospek pergeseran kesetiaan Mesir telah menghidupkan kembali kenangan masa kejayaan hubungan Moskow - Kairo.
Aliansi yang terjadi dalam masa Perang Dingin itu memberi Mesir bantuan senjata dalam jumlah besar, perbaikan infrastruktur, dan pembangunan Bendungan Aswan, sebuah lonjakan besar bagi negara yang sebelumnya kekurangan energi.
Tapi pada tahun 1970-an, di tengah hutang besar dan dorongan perdamaian dari Amerika tentang hubungan Mesir dengan Israel, Mesir beralih sisi.
Hubungan baru dengan Rusia datang selagi banyak warga Mesir, dalam gelombang neo-nasionalisme, yang kecewa karena dianggap sebagai mitra yunior Amerika yang tidak jelas.
Mai Wahba, juru bicara kelompok aktivis Tamarod, mengatakan bukan hanya Rusia tetapi China dan negara lainnya, semua mungkin bisa menjadi sekutu. Ia mengatakan, "Kami tidak akan condong ke sebuah sisi atau sisi lain, tetapi pihak manapun yang menghormati kehendak bangsa Mesir akan kami hormati."
Tapi keretakan dengan Amerika itu bisa mungkin tidak serius. Amerika mempertahankan kerjasama dalam bidang-bidang utama seperti kontra-teroris, dan keamanan di semenanjung Sinai.
Selain itu, kata analis politik Hisham Kassem, tidak masuk akal akan ada perundingan transaksi senjata bernilai miliaran dolar dengan Rusia karena Mesir sudah memiliki senjata lebih dari cukup.
"Jika kesepakatan itu dicapai, tapi saya yakin tidak akan tercapai, itu artinya penimbunan senjata di gudang. Tidak ada gunanya bagi mereka," ujar Kassem.
Kassem juga meremehkan kemungkinan akan dibukanya pangkalan laut Rusia di Mesir, jika Rusia kehilangan satu-satunya pelabuhan di Laut Tengah di Suriah yang sedang dilanda perang. Bahkan Amerika, katanya, tidak mampu mendapatkan kesepakatan seperti itu.