Demokrasi Indonesia Dinilai Kian Merosot

Para petani dari asosiasi petani kelapa sawit Indonesia membawa buah sawit saat memprotes kebijakan larangan ekspor pemerintah, di Jakarta pada 17 Mei 2022. (Foto: ilustrasi - Mariana / AFP)

Demokrasi di Indonesia dalam kurun 14 tahun terakhir dinilai merosot, dan sebagian peneliti menyebut demokrasi Indonesia kini berada dalam kondisi rentan pascareformasi 24 tahun silam.

Demokrasi di Indonesia dinilai mengalami kemerosotan atau kemunduran. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan kualitas demokrasi Indonesia kian merosot dalam 14 tahun terakhir. Hal itu diungkapnya dalam bincang publik "24 Tahun Reformasi, Arah Demokrasi Indonesia Kini".

"Ini kesimpulan yang cukup serius, kualitas demokrasinya mengalami kemerosotan. Dalam 14 tahun terakhir memang kualitas demokrasi Indonesia dianggap berada di titik paling rendah," katanya, Jumat (20/5).

Berdasarkan indeks demokrasi yang dirilis Freedom House dan The Economist Intelligence Unit, ada dua hal yang mengukur kemerosotan itu.

BACA JUGA: Pengamat: Biaya Politik Tinggi Picu Kemunduran Kualitas Demokrasi di Indonesia

Pertama adalah kebebasan sipil, dan kedua yakni hak politik. Di mana kebebasan sipil berkaitan dengan bebas berpendapat, berserikat, dan berekspresi. Sedangkan, hak politik berhubungan dengan bagaimana partisipasi masyarakat di dalam kelembagaan elektoral.

"Regresi demokrasi di Indonesia sedang terjadi. Jadi kemunduran ini tidak bisa lagi dibantah," ujar Usman.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Petrus Riski)

Usman melanjutkan, merosotnya demokrasi juga disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, menguatnya semangat nasionalisme yang berlebihan dari negara. Kedua, menguatnya politik moralitas dari negara dan akar rumput. Ketiga, lemahnya gerakan sosial.

Tak sampai di situ, penyebab lain terkait merosotnya demokrasi juga bisa beragam seperti menguatnya kembali penggunaan taktik-taktik otoriter dari negara terhadap masyarakat. Lalu, menguatnya kembali pemusatan kekuasaan.

"Kasus Papua paling jelas betapa Jakarta memusatkan kembali kendali politiknya terhadap Papua sehingga dia menabrak prinsip-prinsip reformasi yang dituangkan dalam semangat otonomi," ucap Usman.

BACA JUGA: Tolak Wacana Pemekaran Papua, Demo Meletus di Beberapa Tempat

Pelemahan lembaga akuntabilitas seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga masih kuatnya konglomerasi media juga menjadi penyebab merosotnya demokrasi di Indonesia.

"Pada momen tertentu dalam kontestasi elektoral terasa sekali polarisasi di dalam media. Pengutuban di kalangan media yang ditentukan oleh afiliasi-afiliasi politik dari pemiliknya," tandas Usman.

Peneliti CSIS Nilai Demokrasi Sedang Rentan

Sementara, Senior Fellow Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J Vermonte, menilai demokrasi di Indonesi saat ini sedang dalam kondisi rentan pascareformasi 24 tahun silam.

Senior fellow CSIS, Philip Vermonte (Foto: VOA/ Iris Gera)

"Poin saya yang paling utama adalah mungkin kita bukan dalam situasi di mana demokrasinya mundur. Tapi saya menyebutnya sebagai rentan. Jadi ada hal-hal di mana demokrasi kita berjalan tapi itu mungkin relatif agak kolaps atau jalan terus," ujarnya.

Menurut Philips, ada tiga faktor yang menyebabkan demokrasi Indonesia dalam kondisi rentan yaitu institusional, ekonomi, dan perilaku politik. Adapun faktor institusional berkaitan dengan sistem pemilu yang proporsional. Lalu, faktor ekonomi yang bisa dilihat dari partisipasi dan kontribusi masyarakatnya. Sementara, faktor perilaku politik terkait ketersediaan ruang publik

"Kalau ruang publik mengecil menjadi sama seperti di masa otoritarian berarti secara perilaku kita tidak berubah. Ini juga menjadi catatan," ucapnya.

Kini, pekerjaan rumah terbesar bagi masyarakat sipil adalah membangun keahlian dan memahami lebih dalam bidang teknokrasi sehingga bisa berkontribusi menyelesaikan masalah di sepanjang demokratisasi yang berjalan. [aa/em]