Demonstrasi Hari Buruh 'Dibungkam' oleh Pandemi Covid-19

Ribuan buruh dari menggelar aksi di dekat Monas, Jakarta Pusat pada Demonstrasi Hari Buruh Internasional, Rabu 1 Mei 2019 (foto: dok).

Menjelang Hari Buruh Internasional pada 1 Mei, Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO) telah memperingatkan bahwa separuh dari seluruh pekerja di seluruh dunia yang berjumlah 1,5 miliar terancam bahaya kehilangan mata pencaharian mereka akibat pandemi virus corona.

"May Day" atau Hari Buruh biasanya ditandai oleh demonstrasi di kota-kota di seluruh dunia untuk menuntut hak yang lebih besar dan kondisi kerja yang lebih baik. Tahun ini, penutupan wilayah di banyak negara berarti para demonstran terpaksa tinggal di rumah.

Hari Buruh Internasional 2020 merupakan kesempatan untuk berterima kasih kepada pekerja garis depan yang mempertaruhkan nyawa mereka, kata Sharan Burrow, sekretaris jenderal Konfederasi Serikat Buruh Internasional.

"Para pekerja yang pemberani di bidang kesehatan, yang setiap hari bekerja bersama yang lainnya di tempat perawatan, mempertaruhkan kesehatan dan keselamatan mereka, dan keluarga mereka, untuk menyelamatkan nyawa," kata Burrow kepada VOA. "

Tetapi ada pekerja lainnya, yang menyediakan layanan, transportasi, di supermarket kita, di banyak daerah yang juga melayani kita, sehingga kita bisa bertahan hidup sementara mereka menempatkan hidup mereka dalam risiko."

BACA JUGA: ILO Prediksi Hilangnya Lapangan Pekerjaan Karena Pandemi

Direktur Jenderal ILO hari Senin mendesak pemerintah agar berbuat lebih banyak untuk melindungi pekerja garis depan.

“Hanya dengan menerapkan langkah-langkah keselamatan dan kesehatan kerja kita bisa melindungi kehidupan pekerja, keluarga mereka dan komunitas yang lebih besar, memastikan kelangsungan kerja dan kelangsungan ekonomi,” kata Dirjen ILO Guy Ryder kepada wartawan.

Laporan ILO menekankan dampak pandemi virus corona terhadap pekerja informal, yang rata-rata kehilangan 60 persen pendapatan mereka.

"Virus ini telah mengekspos kerapuhan dunia kita," kata Burrow. “Ketika kita mempertimbangkan 60 persen tenaga kerja global, bekerja secara informal - tidak memiliki; hak, upah minimum, perlindungan sosial, aturan hukum untuk menangani pengaduan, itu merupakan risiko ekonomi, serta kehancuran sosial yang harus dihapuskan. Kita harus membangun kembali dunia yang lebih setara yang menjamin hak dan kebebasan demokratis dan memungkinkan pembangunan yang lebih setara. ”

Sebelum itu bisa terjadi, jutaan orang menghadapi kesulitan menghadapi krisis ekonomi yang akan datang. Sebelumnya pada bulan April, kepala Dana Moneter Internasional, Kristalina Georgieva, memperingatkan pandemi menyebabkan krisis ekonomi terburuk sejak Depresi Besar dan akan diperlukan tanggapan besar-besaran guna memastikan pemulihan. [my/jm]