Dalam jumpa pers di kantornya, Senin (6/5), Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menjelaskan Detasemen Khusus 88 sudah menangkap delapan terduga teroris yang tergabung dalam jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Lampung di Bekasi, Tegal, dan Bitung (Sulawesi Utara).
Dua tersangka teroris berinisial RH dan M ditangkap di Bitung, Sulawesi Utara. RH dan M sedianya akan bergabung dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin oleh Ali Kalora. Keduanya ditangkap di atas kapal dalam perjalanan dari Bitung ke Poso.
Pengembangan yang dilakukan setelah penangkapan itu membuat Detasemen Khusus 88 berhasil melakukan dua penangkapan lain pada Sabtu (4/5) dan Minggu lalu (5/5). Pada Sabtu, Detasemen Khusus 88 menangkap tiga terduga teroris, yaitu SL, IF, dan MC. SL dan IF ditangkap di Bekasi, sedangkan MC di Tegal, Jawa Tengah. Keesokan harinya, Detasemen Khusus 88 menangkap tiga terduga teroris, yaitu SA,T, dan AH.
"Hari Sabtu kemarin ditangkap atas nama SL alias Abu Faisa. Dia adalah pemimpin kelompok JAD Lampung. Dia juga memiliki kemampuan untuk merakit bom. Dari SL alias Abu Faisa, ditangkap kembali dua tersangka lagi atas nama AH alias Abah. Selain menyembunyikan SL. dia (AH) mengetahui dan ikut membantu membuat bom,” kata Dedi Prasetyo
Dari penangkapan SL dan AH, Detasemen Khusus 88 menyita sejumlah barang bukti, termasuk telepon seluler, serbuk gergaji, serbuk campuran pupuk, serbuk korek api, timbangan, sarung tangan, pisau, baterai, dan kertas minyak.
Di hari Sabtu pula, Detasemen Khusus 88 juga membekuk MC dan menyita barang bukti berupa tas selempang, sejumlah uang, dan foto-foto. MC juga ikut membantu pembuatan bom.
Dari hasil pemeriksaan ketiga pelaku, Detasemen Khusus 88 besoknya melakukan penangkapan lagi terhadap tiga tersangka lain. Pertama adalah MI, anggota JAD Jakarta berperan sebagai pembuat bom, menyembunyikan SL, S, dan T. Kemudian Detasemen Khusus 88 menangkap tersangka IF alias Samuel, memiliki kemampuan merakit bom lebih hebat ketimbang SL.
IF berhasil merakit bom berisi campuran DATP, potasium klorat, gula, serbuk gergaji. Bom ini sudah siap diledakkan. Sedangkan tersangka T yang membawa bom aktif melawan saat akan ditangkap sehingga ditembak dan bomnya meledak. T pun tewas seketika.
Dedi menekankan kelompok JAD Lampung memiliki dua tujuan, yakni melakukan serangan bunuh diri dengan sasaran polisi yang sedang bertugas.
"Tujuan yang bersangkutan adalah akan memanfaatkan momentum pemilu ini, khususnya yang ada di Jakarta. ketika di jakarta ada unjuk rasa dan unjuk rasa ini mengarah pada tindakan anarkis dan kekacauan, ini merupakan momentum bagi yang bersangkutan untuk melakukan bom bunuh diri," ujar Dedi.
Your browser doesn’t support HTML5
Ditambahkannya, kelompok JAD Lampung ini juga berencana menyerang pos polisi di Jati Asih.
Kelompok JAD Lampung adalah kelompok teroris terstruktur dan telah dimonitor oleh Detasemen Khusus 88 sejak 2014. JAD Lampung ini sudah berbaiat kepada JAD Indonesia yang dipimpin oleh Aman Abdurrahman, yang telah divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 22 Juni 2018.
Pada November 2014, Abu Faisa alias SL mengikuti pertemuan JAD Jawa Timur di Kota Malang, yang salah satu hasilnya adalah merencanakan serangan terorisme di Jakarta. Dua tahun kemudian terjadi peristiwa bom Thamrin pada 14 Januari 2016. SL kemudian melarikan diri bersama kelompoknya. Selang setahun kemudian terjadi kerusuhan di rumah tahanan teroris di Markas Komando Brigade Mobil (Brimob) di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Dalam serangan di Mako Brimob itu, kelompok SL dari Lampung turun ke Jakarta untuk melaksanakan serangan bunuh diri. Sebagian anggotanya kemudian berhasil kdibekuk oleh Detasemen Khusus 88. Dari hasil pemeriksaan tersangka yang ditangkap di sekitar Markas Komando Brimob, mereka menyebutkan yang menggerakkan mereka adalah SL.
Mereka lantas berpencar. SL bersama kelompoknya lari ke Papua dan melakukan latihan militer di Bumi Cenderawasih itu. SL kemudian membentuk dua sel teror, yakni kelompok pertama pergi ke Bekasi di awal 2018 dan kelompok kedua akan bergabung ke Poso, Sulawesi Tengah.
VOA masih berupaya menghubungi beberapa pakar untuk mengkaji lebih jauh kelompok teroris yang berskala kecil tapi memiliki jaringan cukup luas ini, termasuk soal siapa yang mendanai mereka. (fw/em)