Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah mengulangi seruannya untuk segera membebaskan semua tahanan di Myanmar, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dan diakhirinya kekerasan.
Dalam sebuah pernyataan pada Kamis (1/4) malam, dewan tersebut menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas “situasi yang memburuk dengan cepat” di Myanmar dan mengutuk keras penggunaan kekerasan mematikan oleh pasukan keamanan dan polisi terhadap pengunjuk rasa damai pro-demokrasi dan kematian ratusan warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak.
Dewan itu juga meminta militer “untuk menahan diri sepenuhnya” dan semua pihak “agar menghindari kekerasan.”
BACA JUGA: Aktivis Myanmar Bakar Salinan Konstitusi, Utusan PBB Peringatkan Kemungkinan Pertumpahan DarahDewan Keamanan juga menegaskan kembali perlunya penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia dan mengupayakan “dialog dan rekonsiliasi sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat Myanmar.”
Sementara itu, Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar, hari Kamis (1/4) didakwa melanggar undang-undang rahasia yang berasal dari masa kolonial negara itu, kata pengacaranya. Itu adalah tuduhan paling serius yang dikenakan terhadapnya oleh militer sejak kudeta 1 Februari.
Suu Kyi dan Presiden Win Myint, di antara anggota-anggota Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinannya telah ditahan sejak kudeta. Dia dituduh melanggar protokol COVID-19 dan memiliki enam radio genggam.
BACA JUGA: Utusan PBB Ingatkan Potensi Pertumpahan Darah dan Perang Saudara di MyanmarPengacaranya, Khin Maung Zaw, mengatakan kepada Reuters, Kamis (1/4), bahwa Suu Kyi, tiga menteri kabinetnya dan Sean Turnell, seorang penasihat ekonomi asal Australia, didakwa seminggu lalu berdasarkan undang-undang rahasia. Jika terbukti bersalah, mereka menghadapi hukuman 14 tahun penjara. Suu Kyi muncul melalui video untuk sidang pada Kamis (1/4) dan tampaknya dalam keadaan sehat, kata Min Min Soe, pengacaranya yang lain.
Pengunjuk rasa antikudeta kembali ke jalan-jalan pada Kamis (1/4), beberapa secara simbolis membakar salinan konstitusi negara ketika sekelompok anggota parlemen yang digulingkan mengumumkan pemerintahan sipil baru untuk melawan junta militer yang berkuasa. Beberapa media melaporkan bahwa dua pengunjuk rasa lagi tewas pada hari Kamis (1/4). [lt/ab]