DPR Didesak Bentuk Tim Evaluasi Kinerja Pemerintah di Papua

  • Fathiyah Wardah

Masyarakat, tokoh, LSM Papua dan Kontras saat melakukan pertemuan dengan Komisi I DPR RI di Jakarta (27/6). Mereka mendesak kinerja pemerintah di Papua terkait keamanan dan penegakan hukum dievaluasi (foto: Fathiyah/VOA).

Tokoh agama, masyarakat dan LSM Papua serta Kontras meminta DPR untuk segera membuat tim kerja untuk mengevaluasi kinerja pemerintah di Papua, khususnya soal keamanan dan penegakan hukum.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama dengan Forum kerjasama LSM Papua serta sejumlah perwakilan masyarakat dan tokoh agama Papua melakukan pertemuan dengan Komisi I DPR, Rabu (27/6).

Dalam pertemuan tersebut, mereka meminta DPR untuk segera membuat tim kerja untuk mengevaluasi kinerja pemerintah di Papua dengan titik tekan pada soal keamanan dan penegakan hukum di Papua.

Ketua Sinode Kingmi Papua Pendeta Benny Giay menyatakan selama ini pemerintah lebih mengutamakan pendekatan kekerasan dan senjata di Papua. Hal itu menurut Pendeta Benny tidak akan menyelesaikan permasalahan yang ada di provinsi paling timur itu.

Masyarakat Papua kata Pendeta Benny telah diperlakukan tidak adil oleh pemerintah dan hal itu menyebabkan masyarakat Papua semakin tidak percaya.


Pendeta Benny Giay mengatakan, "Kita minta hentikan segala macam pengiriman tentara, hentikan segala macam pernyataan yang terus tunjuk satu jari ke Papua di sana ada separatis. Ada terjadi separatisme berarti ada masalah dong. Menurut kami separatisme terjadi oleh karena negara yang selama ini membuat kebijakan-kebijakan dan pandangan-pandangan yang sebenarnya menyudutkan Papua."

Forum kerjasama (Foker) LSM Papua dalam pertemuan itu juga menyampaikan temuannya di lapangan terkait kasus kekerasan yang dilakukan oleh polisi, TNI dan pelaku yang tidak teridentifikasi.

Sekretaris Foker LSM Papua Septer Manufandu mengatakan pelanggaran HAM oleh polisi baru-baru ini terjadi pada kasus penembakan Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mako Tabuni dan penembakan 5 orang warga Papua di Kabupaten Paniai, Papua serta kasus pembubaran paksa aksi KNPB oleh aparat kepolisian yang menyebabkan 1 orang tewas ditembak, 2 orang mengalami penyiksaan dan 43 orang ditangkap semena-mena.

Menurut Septer, terkait dengan kasus penembakan Mako Tabuni, bedasarkan keterangan saksi, Mako tidak melakukan perlawanan saat di tangkap. Mako nerusaha lari menyelamatkan diri setelah polisi menembak di kaki tapi kemudian polisi menembak lagi di kepala hingga tewas.

Sedangkan pelanggaran HAM oleh TNI terkait kasus penyerangan warga wamena dimana aparat TNI menikam satu orang Papua dengan pisau sangkur hingga tewas dan 13 orang luka-luka ditikam di kepala, punggung, lutut, tangan dan beberapa bagian tubuh lainnya.

Selain itu TNI juga membakar 31 rumah warga. Penyerangan terhadap warga terebut sebagai bentuk balas dendam sehubungan pengeroyokan dua teman mereka oleh warga Wamena.

Menurut Septer pihaknya juga mencatat pada bulan Januari sampai Juni 2012, insiden penembakan misterius meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini telah terjadi 18 peristiwa penembakan misterius. Jumlah ini meningkat dari tahun 2011 yaitu 13 kasus.

Untuk itu pemerintah dan DPR harus segera menyelesaikan persoalan kekerasan di Papua.

"Jumlah aparat keamanan di Papua cukup signifikan tetapi justru warga negara di Papua tidak merasa aman," ungkap Septer Manufandu.

Wakil ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin berjanji akan menindaklanjuti temuan maupun rekomendasi yang diberikan oleh masyarakat, tokoh agama dan LSM Papua.

Dia menyatakan saat ini Komisi yang membidangi masalah keamanan dan luar negeri itu sedang mengusulkan adanya panitia kerja (panja) Papua.

"Kita kan sedang terus mendiskusikan kemudian itu dibentuknya Panja. Tapi yang penting panja itu kan mengontrol, apa yang akan dan sudah dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan bapak-bapak sampaikan sesuai dengan rekomendasi-rekomendasi itu." ujar TB Hasanuddin.

Koordinator Kontras Haris Azhar menyatakan kekerasan di Papua terus terjadi. Memasuki tahun 2012 ini saja kata Haris kekerasan dengan dugaan terjadi pelanggaraan HAM yang berat kembali terjadi dengan stabil dari satu kasus ke kasus lainnya.

Kontras khawatir bahwa peristiwa demi peristiwa yang terjadi adalah upaya menjauhkan cita akan damai, kesejahteraan bagi orang Papua.

Sebelumnya Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menyatakan oknum aparat keamanan yang melakukan pelanggaran di Papua harus diproses sesuai hukum yang berlaku.