Kepolisian Republik Indonesia memperketat penjagaan keamanan di Rutan Polda Metro Jaya dan Lapas Ambon menyusul dua tahanan teroris yang melarikan diri Selasa lalu.
JAKARTA —
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri Brigjen Pol. Boy Rafli Amar di Jakarta Kamis menjelaskan Roki Aprisdianto, terpidana delapan tahun penjara kasus bom di Klaten Jawa Tengah, diduga melarikan diri dari rumah tahanan (rutan) Polda Metro Jaya dengan dibantu oleh para penjenguk, yang mayoritas adalah ibu-ibu yang mengenakan kerudung bercadar Selasa (06/11).
“Kalau di Polda Metro yang melarikan diri adalah Roki Aprisdianto. Roki adalah terpidana delapan tahun penjara dalam kasus tindak pidana terorisme pada akhir 2010 di Klaten Jawa Tengah. Roki diduga melarikan diri bersama para penjenguk yang pada waktu itu banyak dari ibu-ibu yang datang menggunakan cadar. Setelah selesai jam untuk menjenguk tahanan, petugas mendapati Roki sudah tidak ada," papar Boy.
Boy menambahkan, saat ini penyidik Mabes Polri dari unsur Detasemen Khusus 88 dan Divisi Propam Mabes Polri dan Polda Metro Jaya telah memeriksa 13 orang saksi. Ke-13 saksi itu adalah delapan orang dari aparat kepolisian yang bertugas melakukan penjagaan di Rutan Polda Metro Jaya dan lima orang dari para tahanan di Rutan Polda Metro Jaya.
Peristiwa tahanan teroris yang melarikan diri dari Rutan Polda Metro Jaya, juga terjadi di lembaga pemasyarakatan (lapas) kelas II Waiheru Ambon. Boy Rafli Amar menjelaskan Selasa lalu, seorang tahanan teroris bernama Basir Manuputty, melarikan diri dengan cara memanjat tembok belakang lapas.
Menurut Boy, Basir Manuputty terkait dengan kasus peledakan bom pada akhir 2011. Yang bersangkutan saat ini tengah menjalani proses persidangan.
“Itu adalah Basir Manuputty terdakwa kasus ledakan bom tahun 2011. Akhir tahun 2011 polisi berhasil menangkap Basir dan saat ini tengah dalam proses persidangan. Kami menghimbau kepada pihak keluarga Basir Manuputty, jika mengetahui keberadaan Basir agar menyerahkan yang bersangkutan ke pihak aparat keamanan. Kepada masyarakat, agar dapat memberikan bantuan jika mengetahui keberadaan yang bersangkutan,” ujar Boy.
Boy Rafli Amar memastikan aparat kepolisian saat ini tengah dilakukan pengetatan penjagaan keamanan di masing-masing rutan Polri. Khususnya buat para pengunjung rutan yang ingin menjenguk kerabat atau rekannya di penjara.
Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), Noor Huda Ismail kepada VOA mengatakan, selama ini tahanan-tahanan teroris di Indonesia diperlakukan sama dengan tahanan kriminal.
“Sistim penjara yang ada di Indonesia tidak memadai untuk menangani tahanan teroris ini. Karena kecenderungannya tahanan teroris yang ada itu disamakan dengan tahanan kriminal lain seperti perampok, pencuri dan sebagainya. Sementara itu pihak polisi juga terkadang masih menggunakan mereka untuk berbagi informasi soal pergerakan kelompok teroris. Sehingga para tahanan teroris ini di tempatkan di Rutan Polda Metro Jaya,” ungkap Noor Huda Ismail.
“Kalau di Polda Metro yang melarikan diri adalah Roki Aprisdianto. Roki adalah terpidana delapan tahun penjara dalam kasus tindak pidana terorisme pada akhir 2010 di Klaten Jawa Tengah. Roki diduga melarikan diri bersama para penjenguk yang pada waktu itu banyak dari ibu-ibu yang datang menggunakan cadar. Setelah selesai jam untuk menjenguk tahanan, petugas mendapati Roki sudah tidak ada," papar Boy.
Boy menambahkan, saat ini penyidik Mabes Polri dari unsur Detasemen Khusus 88 dan Divisi Propam Mabes Polri dan Polda Metro Jaya telah memeriksa 13 orang saksi. Ke-13 saksi itu adalah delapan orang dari aparat kepolisian yang bertugas melakukan penjagaan di Rutan Polda Metro Jaya dan lima orang dari para tahanan di Rutan Polda Metro Jaya.
Peristiwa tahanan teroris yang melarikan diri dari Rutan Polda Metro Jaya, juga terjadi di lembaga pemasyarakatan (lapas) kelas II Waiheru Ambon. Boy Rafli Amar menjelaskan Selasa lalu, seorang tahanan teroris bernama Basir Manuputty, melarikan diri dengan cara memanjat tembok belakang lapas.
Menurut Boy, Basir Manuputty terkait dengan kasus peledakan bom pada akhir 2011. Yang bersangkutan saat ini tengah menjalani proses persidangan.
“Itu adalah Basir Manuputty terdakwa kasus ledakan bom tahun 2011. Akhir tahun 2011 polisi berhasil menangkap Basir dan saat ini tengah dalam proses persidangan. Kami menghimbau kepada pihak keluarga Basir Manuputty, jika mengetahui keberadaan Basir agar menyerahkan yang bersangkutan ke pihak aparat keamanan. Kepada masyarakat, agar dapat memberikan bantuan jika mengetahui keberadaan yang bersangkutan,” ujar Boy.
Boy Rafli Amar memastikan aparat kepolisian saat ini tengah dilakukan pengetatan penjagaan keamanan di masing-masing rutan Polri. Khususnya buat para pengunjung rutan yang ingin menjenguk kerabat atau rekannya di penjara.
Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), Noor Huda Ismail kepada VOA mengatakan, selama ini tahanan-tahanan teroris di Indonesia diperlakukan sama dengan tahanan kriminal.
“Sistim penjara yang ada di Indonesia tidak memadai untuk menangani tahanan teroris ini. Karena kecenderungannya tahanan teroris yang ada itu disamakan dengan tahanan kriminal lain seperti perampok, pencuri dan sebagainya. Sementara itu pihak polisi juga terkadang masih menggunakan mereka untuk berbagi informasi soal pergerakan kelompok teroris. Sehingga para tahanan teroris ini di tempatkan di Rutan Polda Metro Jaya,” ungkap Noor Huda Ismail.