Presiden Amerika Donald Trump dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte mempunyai beberapa kesamaan. Keduanya naik ke tampuk kekuasaan dengan berjanji untuk merombak sistem politik yang ada. Mereka pantang mundur, betapapun panasnya kontroversi yang muncul. Mereka menyerang para pengecam dengan hinaan tajam, dan mereka telah menunjukkan ketidaksukaan yang kuat terhadap pendahulu Presiden Trump, Barack Obama.
Kini dua tokoh itu akan bertemu hari Senin (13/11) di tengah pertanyaan mengenai apakah mereka akan rukun atau apakah akan timbul konflik antara dua orang berpendirian keras yang akan semakin meningkatkan ketegangan antara Amerika dan Filipina.
Presiden Trump tiba pada hari Minggu (12/11) untuk menghadiri pertemuan puncak memperingati 50 tahun berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, ASEAN.
Duterte baru-baru ini mengeluarkan peringatan untuk Trump agar tidak mengecam langkah-langkah keras yang diambilnya dalam mengatasi berbagai masalah di Filipina.
Tetapi tampaknya kecil kemungkinan pemimpin Amerika akan mengangkat hal yang paling sensitif, perang Duterte melawan narkoba, mengingat Trump pernah memuji usaha tersebut.
"Anda (Presiden Trump) ingin mengajukan pertanyaan, saya akan memberikan jawaban: ‘Sudahlah," kata Duterte kepada wartawan di Manila, "Itu bukan urusan Anda, itu urusan saya. Saya mengurus negara saya dan saya akan mengurus dan saya akan membuat negara saya kembali sehat. "
Hubungan Filipina dengan Amerika Serikat dapat digambarkan sebagai rumit. Amerika Serikat adalah penguasa kolonial selama beberapa dekade setelah Spanyol meninggalkan Filipina, dan meskipun Washington telah memberikan bantuan besar, termasuk bantuan kemanusiaan untuk negara rawan bencana itu, banyak yang masih tersinggung dengan adanya persepsi bahwa Washington masih memperlakukan Filipina sebagai jajahannya. [sp]