Empat aktivis Hong Kong, Jumat (29/7), mengaku bersalah melakukan subversi, pelanggaran yang dapat membuat mereka dipenjara selama bertahun-tahun di bawah undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan China di kota itu.
China merombak Hong Kong secara otoriter dengan memberlakukan undang-undang keamanan yang membungkam perbedaan pendapat.
Kritik internasional terbaru terhadap undang-undang itu muncul pekan ini dari Komisi HAM PBB, yang mengatakan undang-undang itu terlalu luas dan diterapkan secara sewenang-wenang.
Pada hari Jumat (29/7), empat orang berusia antara 19 dan 21, mengaku bersalah melakukan subversi, setelah jaksa menuduh mereka menghasut sejumlah orang lain untuk menggulingkan pemerintah. Pengakuan itu dapat membuat mereka dipenjara selama bertahun-tahun berdasarkan undang-undang keamanan, yang diberlakukan China di Hong Kong pada 2020 setelah gelombang protes pro-demokrasi yang besar dan terkadang disertai kekerasan.
Keempatnya dituduh mendirikan kios kampanye yang menyerukan "revolusi" melawan pemerintah China dan menghasut separatisme. Sebagai bukti subversi, jaksa mengutip pernyataan salah satu terdakwa yang mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan aplikasi contact tracing COVID-19 dan tidak mematuhi kebijakan penanggulangan wabah.
Para aktivis, Wong Yat-chin, Chan Chi-sum, Chu Wai-ying dan Wong Yuen-lam, sekarang menunggu hukuman. Mereka akan kembali ke pengadilan pada 24 September.
Lebih dari 200 orang telah ditangkap sejauh ini atas dugaan pelanggaran undang-undang keamanan. Pihak berwenang China dan Hong Kong telah menolak kritik terhadap pemberlakuan undang-undang tersebut. Mereka mengatakan kritik itu "tidak berdasar".
Kepala Eksekutif Hong Kong John Lee, Jumat (29/7) mengatakan undang-undang itu telah mewujudkan kembali stabilitas dan perdamaian di kota itu. Ia menggambarkan kritik Komisi HAM PBB sebagai pernyataan keliru. [ab/ka]