Pemerintah Ethiopia pada Senin (28/6) mendeklarasikan gencatan senjata segera dan sepihak di kawasan Tigray. Gencatan itu diumumkan hampir delapan bulan setelah konflik mematikan dan ketika ratusan ribu orang menghadapi krisis kelaparan terburuk di dunia dalam satu dekade.
Gencatan senjata itu bisa meredakan perang yang telah mendestabilisasi negara terpadat kedua di Afrika dan mengancam kawasan Tanduk Afrika yang lebih luas, dimana Ethiopia dianggap sebagai sekutu keamanan penting bagi Barat. Gencatan itu terjadi ketika negara itu sedang menunggu hasil pemilu yang digaungkan oleh Perdana Menteri Abiy Ahmed sebagai fokus reformasi yang memenangkannya Hadiah Nobel Perdamaian 2019.
BACA JUGA: Pemilu Ethiopia Berakhir di tengah Kekerasan Baru di TigrayTransformasi Abiy dari membuat perdamaian ke mengobarkan perang telah membuat banyak pengamat terkejut, sejak pertikaian di Tigray pecah pada November. Sejak itu, dunia mengalami kesulitan untuk mengakses banyak bagian kawasan itu dan menginvestigasi tuduhan kekejaman, termasuk perkosaan beramai-ramai dan lapar paksa.
Pernyataan Ethiopia itu disampaikan oleh media pemerintah tidak lama setelah pemerintah sementara Tigray, yang ditunjuk pemerintah federal, meninggalkan ibukota, Mekele, dan menyerukan gencatan senjata atas dasar kemanusiaan agar bantuan bisa disalurkan.
Ethiopia mengatakan gencatan senjata akan berlangsung hingga akhir musim cocok tanam yang penting di Tigray, yaitu pada bulan September.
Belum ada komentar dari para pejuang Tigray. Dan belum ada komentar dari negara tetangga, Eritrea, yang tentaranya telah dituduh melakukan sejumlah kekejaman oleh para warga Tigray. [vm/jm]