Filipina, China Bersitegang soal Pulau Thitu

Pulau Thitu, yang merupakan bagian dari Kepulauan Spratly di Laut China Selatan.

Keberadaan lebih dari 200 Kapal nelayan China di dekat sebuah pulau yang dikuasai Filipina di Laut China Selatan yang disengketakan adalah ilegal dan jelas merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Filipina, ujar kementerian luar negeri Filipina pada Kamis (4/4).

Presiden Rodrigo Duterte, sebelumnya telah berupaya menjalin hubungan yang lebih hangat dengan China sejak menjabat pada tahun 2016 setelah mendapat janji pinjaman dan investasi bernilai miliaran dolar, namun kini Duterte mengatakan dia tidak akan mengizinkan China menduduki pulau Thitu karena pulau tersebut adalah milik Filipina.

BACA JUGA: China Pantau Aktivitas Filipina di Pulau Thitu

Kehadiran kapal-kapal pukat di dekat pulau Thitu memicu pertanyaan tentang niat dan peran mereka "dalam mendukung tujuan-tujuan pmerintah China yang bersifat memaksakan kehendak mereka sendiri ", kata kementerian itu, beberapa hari setelah Filipina mengajukan protes diplomatik terhadap China.

Di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang tidak merujuk langsung ke protes Filipina itu, tetapi mengatakan pembicaraan bilateral di Laut China Selatan yang diadakan di Filipina hari Rabu sebagai pertemuan yang "jujur, ramah dan konstruktif".

Shuang mengatakan kedua pihak menegaskan bahwa masalah Laut China Selatan seharusnya diselesaikan secara damai oleh pihak-pihak yang terlibat langsung.

Filipina, Brunei, Cina, Malaysia, Taiwan dan Vietnam memiliki klaim kedaulatan yang tumpang-tindih di Laut China Selatan yang sibuk dilalui kapal-kapal dagang yang membawa barang-barang bernilai lebih dari $ 3,4 triliun setiap tahun.

Bulan lalu, menteri luar negeri AS Mike Pompeo meyakinkan akan membantu Filipina jika diserang di Laut China Selatan. (rw/ii)