Filipina memanggil duta besar China, Senin (7/8), setelah Garda Pantai China memblokir dan menyerang kapal-kapal Filipina dengan meriam air di Laut China Selatan yang disengketakan, kata Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Insiden itu terjadi pada Sabtu (5/8) ketika Garda Pantai Filipina mengawal kapal-kapal sewaan yang membawa makanan, air, bahan bakar, dan perbekalan lainnya untuk personel militer Filipina yang ditempatkan di Second Thomas Shoal di Kepulauan Spratly.
Beijing mengklaim hampir semua wilayah Laut China Selatan -- yang dilalui perdagangan bernilai triliunan dolar setiap tahunnya -- dan telah mengabaikan putusan pengadilan internasional 2016 bahwa klaimnya tidak memiliki dasar hukum.
Militer dan Garda Pantai Filipina menuduh Garda Pantai China melanggar hukum internasional dengan memblokir dan menembakkan meriam air pada armada kapalnya.
BACA JUGA: Filipina Tuding Garda Pantai China Tembakkan Meriam Air ke Kapal-kapalnyaKapal-kapal sewaan itu, kecuali satu di antaranya, berhasil mencapai tujuan dan menurunkan muatan mereka.
China mengatakan mereka mengambil "tindakan yang diperlukan" terhadap kapal-kapal Filipina yang "secara ilegal" memasuki perairannya.
"Menteri Luar Negeri kita memanggil Duta Besar Huang hari ini dan memberinya pernyataan secara lisan termasuk gambar, video tentang apa yang terjadi dan kami sedang menunggu jawaban mereka," kata Marcos Jr. kepada wartawan.
Departemen Luar Negeri AS pada Minggu mengutuk tindakan China itu, dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut secara langsung mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan.
Inggris, Australia, Kanada, dan Uni Eropa juga mengkritik tindakan Beijing.
BACA JUGA: AS Dukung ASEAN Dorong Lahirnya Aturan Main di Laut China SelatanSecond Thomas Shoal berjarak sekitar 200 kilometer dari Pulau Palawan di Filipina dan lebih dari 1.000 kilometer dari Pulau Hainan, daratan besar terdekat di China.
Kapal-kapal Garda Pantai dan Angkatan Laut China secara rutin memblokir atau membayangi kapal-kapal Filipina yang berpatroli di perairan yang diperebutkan, kata Manila.
Filipina telah mengeluarkan lebih dari 400 protes diplomatik ke Beijing sejak 2020 terkait "aktivitas ilegal" China di Laut China Selatan, kata Kementerian Luar Negeri Filipina.
"Sebagai catatan, kami tidak akan pernah meninggalkan Ayungin Shoal. Kami berkomitmen untuk Ayungin Shoal," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Jonathan Malaya kepada wartawan pada Senin, menggunakan nama Filipina untuk Second Thomas Shoal di Kepulauan Spratly. [ab/uh]