Presiden Filipina akan membuka fasilitas-fasilitas miliknya bagi pasukan Amerika berdasarkan perjanjian pertahanan bersama tahun 1951 seandainya perang Rusia melawan Ukraina memburuk dan melibatkan Amerika Serikat dalam pertempuran itu, kata duta besar Manila untuk Washington, Kamis (10/3)
Duta Besar Jose Manuel Romualdez mengatakan Presiden Rodrigo Duterte membuat pernyataan itu dalam pertemuan baru-baru ini di Manila di mana presiden juga menyatakan prihatin atas dampak ekonomi global dari krisis yang sedang berlangsung. Filipina telah mengutuk invasi tersebut dan mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang menuntut penghentian segera serangan Moskow dan penarikan semua pasukan Rusia dari Ukraina.
Duterte, yang masa jabatan enam tahunnya berakhir pada Juni, diketahui telah menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping sementara sering mengkritik kebijakan keamanan AS pada tahun-tahun pertama kepresidenannya. Namun Romualdez mengatakan bahwa Duterte menyatakan kepadanya bahwa invasi Rusia itu merupakan tindakan keliru.
“Ia mengatakan jika mereka (AS, red) meminta dukungan Filipina, sangat jelas bahwa Filipina akan siap menjadi bagian dari upaya tersebut, terutama jika krisis Ukraina ini meluas ke kawasan Asia,'' kata Romualdez dalam konferensi pers dengan para wartawan yang berbasis di Manila. “Beri mereka jaminan bahwa jika diperlukan, Filipina siap menawarkan fasilitas apa pun atau apa pun yang dibutuhkan Amerika Serikat untuk menjadi sekutu nomor satu kita.''
Duterte tidak mengungkapkan dalam pidatonya itu mengenai fasilitas Filipina mana yang akan bisa diakses pasukan Amerika, tetapi Romualdez mengatakan ini dapat mencakup pelabuhan Clark dan pelabuhan Teluk Subik di barat laut Manila yang dulu merupakan salah satu pangkalan udara dan angkatan laut Amerika terbesar di luar AS sampai pasukan AS keluar pada awal 1990-an.
Tidak ada komentar langsung dari Duterte atau kantornya mengenai pernyataan Romualdez ini.
BACA JUGA: Analisa Strategi Indo-Pasifik AS: Ambisi Besar yang Minim InsentifPerjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951 mewajibkan Amerika Serikat dan Filipina untuk saling membantu jika terjadi serangan. Para pejabat Amerika telah berulang kali meyakinkan rekan-rekan mereka di Filipina dalam beberapa tahun terakhir bahwa mereka akan menghormati kewajiban perjanjian mereka jika pasukan, kapal atau pesawat Filipina diserang di Laut China Selatan yang disengketakan, termasuk oleh China.
Para pejabat keamanan nasional AS telah menjadwalkan pertemuan di Gedung Putih dengan para duta besar Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara pekan ini untuk membahas sanksi-sanksi yang semakin meluas yang dikenakan oleh AS terhadap Rusia, termasuk larangan Presiden Joe Biden atas impor minyak Rusia, kata Romualdez.
Romualdez juga mengatakan, ia mengetahui bahwa Ukraina telah mengimbau banyak negara, termasuk Filipina, “untuk berhenti berbisnis dengan Rusia'' tetapi mengatakan ia tidak mengetahui apakah permintaan tersebut telah secara resmi disampaikan ke Manila.
Topik lain pada pertemuan dengan pejabat AS pekan ini adalah undangan Biden kepada kepala-kepala negara ASEAN untuk mengambil bagian dalam KTT khusus AS pada 28 Maret. Duterte yang berusia 76 tahun mungkin melewatkan acara tersebut karena jatuh pada hari ulang tahunnya dan juga karena itu akan berlangsung pada musim pemilu Filipina yang sibuk, kata Romualdez. [ab/ka]