Freeport: Kesepakatan Belum Tercapai, Ekspor Tembaga Seret

Tambang Grasberg yang dikelola perusahaan AS Freeport-McMoran Cooper & Gold Inc., di Timika, Papua. (Foto: Dok)

Perusahaan tambang AS itu mengatakan hampir semua ekspor konsentrat tembaga dari tambang Grasberg di Papua telah dihentikan sejak pengecualian aturan berakhir 25 Juli.

Freeport-McMoran mengatakan bahwa ekspor-ekspor tembaga dari tambang raksasanya di Indonesia telah sangat melambat dalam satu bulan terakhir akibat aturan-aturan baru mengenai bagaimana para pembeli membayar logam tersebut, dan pemerintah tidak memperlihatkan tanda-tanda akan kembali memberikan pengecualian.

Freeport, yang merupakan salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia, mendapatkan pengecualian selama enam bulan dari aturan-aturan baru yang diperkenalkan tahun ini. Aturan tersebut mewajibkan ekspor-ekspor batu bara, minyak kelapa sawit, minyak dan gas serta mineral untuk menggunakan surat-surat kredit (LC) yang dikeluarkan bank-bank domestik.

Perusahaan tambang AS itu mengatakan hampir semua ekspor konsentrat tembaga dari tambang Grasberg di Papua telah dihentikan sejak pengecualian itu berakhir 25 Juli dan saat ini sedang dibicarakan oleh pihak pembeli dan pemerintah Indonesia.

"Kami secara perlahan-lahan bekerja dengan para pembeli untuk mengubah metode pembayaran mereka," ujar juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama kepada kantor berita Reuters, hari Selasa (25/8).

"Diharapkan kami akan mengatasi masalah ini segera. Kami sedang membahas hal ini dengan pemerintah agar dapat melanjutkan ekspor-ekspor kami."

Para pembeli dan pedagang seringkali membayar Freeport langsung atau di muka, tanpa melalui sistem perbankan Indonesia.

Sengketa tersebut merupakan gangguan terpanjang atas pengapalan sejak penghentian selama tujuh bulan tahun lalu ketika pemerintah Indonesia memberlakukan peningkatan pajak untuk konsentrat logam.

Freeport mengekspor sekitar 60 persen dari sekitar 2 juta ton konsentrat yang dihasilkan setiap tahun di Grasberg, salah satu tambang terbesar di dunia, sementara sisanya diolah menjadi logam.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bambang Gatot mengatakan, pengecualian baru apa pun untuk Freeport akan diputuskan oleh Kementerian Perdagangan.

"Setiap perusahaan seharusnya menaati peraturan ini," ujarnya, menambahkan bahwa Newmont Mining Corp, penambang tembaga terbesar kedua di Indonesia, sepertinya mematuhi aturan-aturan baru tanpa masalah.

Karyanto Suprih, penjabat direktur jeneral untuk perdagangan asing di Kementerian Perdagangan, mengatakan kepada Reuters: "Sejauh ini, tidak ada instruksi mengenai pemberian pengecualian atas kewajiban LC ini untuk ekspor mineral atau batu bara."

Operasi di tambang Freeport di Papua masih berjalan normal, menurut Albar Sabang, pejabat senior pada sebuah serikat Freeport.

Pada kondisi normal, Grasberg memproduksi sekitar 220.000 ton bijih tembaga per hari, yang dikonversi menjadi konsentrat tembaga.

Riza dari Freeport mengatakan perusahaan itu akan memerlukan tempat lebih besar untuk penyimpanan "dengan segera" tapi tidak memberikan jangka waktu.

Rio Tinto memiliki usaha gabungan dengan Freeport untuk 40 persen saham produksi Grasberg di atas tingkat-tingkat spesifik sampai 2021, dan 40 persen dari semua produksi setelah tahun 2021.