Pemerintah telah melakukan kekeliruan terhadap kebijakan yang diberikan kepada PT. Freeport Indonesia. Demikian disampaikan Menteri ESDM, Sudirman Said saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Komisi yang membidangi masalah pertambangan di gedung MPR DPR di Jakarta hari Rabu (28/1). Untuk itu Menteri ESDM tetap mengizinkan Freeport melakukan ekspor konsentrat tembaga.
Dalam Pasal 170 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Minerba mengamanatkan kepada pemegang kontrak karya untuk melakukan pemurnian di dalam negeri paling lambat tahun 2014. Namun pemerintah justru mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri No 1 Tahun 2014 yang memberi kelonggaran ekspor konsentrat tembaga dengan beberapa syarat, diantaranya karena Freeport sudah memberi jaminan sebesar 115 juta dolar Amerika atas kesanggupannya untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter.
Untuk itu Menteri ESDM berharap izin ekspor konsentrat tembaga untuk Freeport tidak dipersoalkan.
“Setelah kami cek antara pasal 170 dengan PP dan juga Kepmennya memang kami harus akui ada sesuatu yang tidak nyambung, kami mencoba memahami sebetulnya apa yang terjadi ketika PP dan Kepmen disusun tentu saja ada konteks, ada satu penjelasan kenapa itu dicari jalan tengah, menjaga kesinambungan operasi, nah sekarang kami sangat setuju bahwa ini mesti dicari jalan keluar tetapi mohon dukungan dari Komisi VII untuk tidak ada pemberhentian operasi, karena berhenti operasi itu dampaknya baik secara ekonomi politik lebih berat termasuk juga bagaimana iklim investasi dikita, yang kami mohonkan juga bukan konteksnya hanya Freeport tetapi juga keseluruhan bagaimana caranya yang sekarang beroperasi tetap dijaga kelangsungannya,” kata Sudirman Said.
Menteri ESDM, Sudirman Said menambahkan, pemerintah akan tetap mendesak Freeport konsisten dengan janjinya yaitu membangun smelter dan selesai pada tahun 2017.
“Keputusan kemarin itu tidak ada perpanjangan izin ekspor karena izin ekspor sudah diberikan sejak periode lalu, yang terjadi kemarin adalah keputusan tidak jadi mencabut izin ekspor karena kita melihat kesungguhan smelter akan tetap dibangun, yang penting deadline 2017 tidak dilampaui, kami akan memonitor setiap waktu,” paparnya.
Namun, menurut anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Golkar, Dito Ganinduto, seharusnya pemerintah tetap membekukan sementara izin ekspor konsentrat tembaga Freeport karena janji Freeport membangun smelter belum dapat dipertangungjawabkan. Selain pemerintah harus konsisten, langkah tersebut ditegaskanya agar pemerintah meletakkan undang-undang diatas kebijakan hukum lainnya.
"Kami tanyakan kepada Freeport akan membangun lokasi di mana? Dia bilang di Gresik, kita ingin lihat sertifikat kepemilikan tanahnya? Dia bilang belum ada, izin lokasi?, Dia bilang belum ada, izin usaha industri? Dia bilang belum ada, Amdalnya sudah ada? dia bilang belum ada, saya tanya basic design engginering belum ada, jadi dapat dikatakan semuanya belum ada, baru nawaitu saja,” ujar Dito Ganinduto.
Pekan lalu Menteri ESDM, Sudirman Said menyampaikan kekecewaannya terhadap Freeport yang dinilai tidak serius membangun smelter dan akan membekukan sementaraizin ekspornya. Namun, sikap Menteri ESDM tersebut direspon cepat oleh Freeport dan kemudian berlangsung pertemuan intensif antara pemerintah dan Freeport McMoran.