Freeport-McMoRan, Selasa (22/10) mengatakan permintaan tembaga diperkirakan akan meningkat seiring dengan lebih banyak pusat data yang dibangun, dan perusahaan tambang tersebut melaporkan laba kuartalan yang lebih baik dari perkiraan, karena harga logam merah ini, yang lebih tinggi, mengimbangi penurunan produksi.
Harga tembaga rata-rata naik pada kuartal ketiga karena tanda-tanda permintaan yang lebih baik di konsumen utama China, persediaan yang menurun, dan karena negara tersebut mengeluarkan berbagai langkah stimulus untuk meningkatkan ekonominya yang sedang lesu.
Harga realisasi rata-rata kuartalan Freeport untuk tembaga naik 13,2 persen menjadi $4,30 per pon, sementara produksi logam tersebut turun 3,1 persen menjadi 1,05 miliar pon yang dapat dipulihkan pada kuartal tersebut. Perusahaan itu mengatakan bahwa mereka melihat permintaan yang kuat untuk kabel listrik dan kawat bangunan yang terkait dengan infrastruktur listrik dan pusat data di Amerika Serikat.
“Kedua sektor yang sedang berkembang itu lebih dari sekadar mengimbangi kelemahan di sektor permintaan tradisional,” kata CEO Freeport-McMoRan Kathleen Quirk dalam keterangannya.
Pekan lalu, Freeport menghentikan produksi katode tembaga di smelter Manyar, Jawa Timur, setelah kebakaran terjadi di unit asam sulfat di lokasi tersebut, yang kemudian berhasil dipadamkan.
Reuters melaporkan pekan lalu bahwa Freeport akan menunda penjualan tembaga olahan dari Indonesia hingga kuartal kedua 2025 karena kebakaran tersebut, menyebabkan penundaan produksi lebih lanjut, menurut dua sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Perusahaan itu mengatakan pada Selasa bahwa mereka mengharapkan biaya perbaikan untuk smelter Manyar akan ditanggung oleh asuransi.
Berdasarkan perhitungan biaya yang disesuaikan, Freeport memperoleh laba 38 sen per saham pada kuartal ketiga, dibandingkan dengan estimasi analis rata-rata sebesar 35 sen per saham, menurut data yang dikumpulkan oleh LSEG.
Saham perusahaan ini naik 1,1 persen pada $48,45. [ns/ab]